Aksara24.id – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Medan kembali menggelar Debat Publik Kedua Pasangan Calon (Paslon) Walikota dan Wakil Walikota Medan tahun 2024 di Grand Mercure Hotel, Sabtu (16/11/2024) malam.
Dalam debat ini, tampak tiga paslon yaitu Rico-Zaki, Ridha-Rani dan Hidayatullah-Yasir saling jual program masing-masing, untuk meraih simpati masyarakat jelang pencoblosan pilkada mendatang. Debat publik kedua juga dapat disaksikan masyarakat melalui siaran langsung TVRI dan juga dapat diikuti melalui YouTube dan live streaming KPU Medan.
Ketua KPU Medan, Mutia Atiqah menyebutkan, dalam debat publik kedua ini mengusung thema “Meningkatkan Pelayanan Kepada Masyarakat dan Menyelesaikan Persoalan Daerah Kota Medan”.
“Pada debat kedua, masih menggunakan format yang sama seperti pada debat pertama, yakni terbagi atas 6 segmen dengan durasi 90 menit,” ujar Mutia Atiqah.
Selama acara debat berlangsung, para tamu undangan dilarang melakukan intimidasi dalam bentuk ucapan maupun tindakan kepada pasangan calon, moderator dan panelis debat publik.
“Kami mengucapkan terimakasih atas dukungan Forkopimda Pemko Medan, turut serta menjaga iklim yang kondusif sebelas hari menjelang pemungutan suara,” tuturnya.
Paslon nomor urut 2, Prof Ridha-Rani diberikan kesempatan pertama menyampaikan visi-misi yang menyebut seringkali melihat tulisan like back under your shift, ketika masuk ke dalam pesawat terbang. Ada pelampung di bawah kursi, tapi tidak seorangpun berharap untuk memakainya.
“Demikianlah seharusnya kita melihat pelayanan kesehatan di kota kita, tidak menunggu warga untuk sakit. kita tidak berharap mereka selalu menggunakan UHC karena sakitnya. Yang harus dilakukan untuk menjaga agar warga kita tetap sehat,” ucapya.
Dikatakan Prof Ridha, Puskesmas harus berfungsi dengan baik untuk menjaga masyarakat tidak sakit.
“Hampir lima tahun ini pemimpin kota ini tidak terlalu peduli pada kemanusiaan, pengangguran yang terus tumbuh, orang sakit terus bertambah. Fasilitas publik sangat tidak layak bagi kelompok difabel untuk beraktivitas. Apakah kita mau terus bertahan seperti ini, tentu saja tidak,” tegasnya.
Pasangan Hidayatullah-Yasir mengutip ucapan Presiden Prabowo Subianto, yang berbunyi, jangan bangga karena kita masuk dalam negara G20. Negara dengan ekonomi yang besar, ternyata masih banyak orang miskin yang ada di Kota Medan.
“Kota Medan ini kota yang kaya, tapi masih menyisakan kantong kemiskinan 187. 000 orang menurut statistik BPS. Sudah Selayaknya pemerintah hadir memberikan pelayanan dan menyelesaikan permasalahan kemiskinan masyarakat kota Medan. Kita harus meningkatkan kualitas birokrasi, kita akanbangun dengan pendekatan merit sistem sehingga birokrasi kita menjadi birokrasi yang responsif dan solutif atas segala permasalahan,” ujarnya.
Sedangkan pasangan Rico-Zaki, akan melakukan tata kelola pemerintahan yang baik, dapat dilihat dari kualitas pelayanan publiknya. Kualitas layanan publik semakin baik, maka daya saing suatu daerah juga akan semakin baik.
“Pemimpin atau Walikota terus berganti, tetapi tugas utama pemerintahan khususnya kota Medan tetap kompleks dan penuh tantangan masalah kemiskinan, pengangguran, banjir, macet, infrastruktur dan pelayanan publik merupakan hal utama yang harus menjadi prioritas pemerintah kota Medan,” ungkap Rico.
Prof Ridha-Rani menilai, digitalisasi teknologi menjadi faktor kunci dalam meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan publik. Teknologi tidak hanya membantu meningkatkan kecepatan dan akurasi layanan, tetapi juga dapat membuka akses yang lebih luas bagi masyarakat terutama dalam hal transparansi pemerataan dan pemberdayaan program.
“Digitalisasi sesuatu yang harus dilakukan, agar bisa melakukan pelayanan yang cepat tepat dan bermanfaat. Banyak instansi yang sudah melakukan itu, institusi yang sudah melakukan itu, bahkan rumah sakit sudah melakukan itu untuk mendaftar pasien,” terang Prof Ridha.
antinya, lanjut Prof Ridha, mengkhawatirkan dampak judi online (Judol) tidak hanya menghancurkan kondisi keuangan pribadi dan keluarga, tetapi juga dapat memicu masalah sosial lainnya.
“Dahulu, kalau mau main judol harus punya modal sejuta atau lima ratus ribu. Tapi saat ini, dengan uang sepuluh ribu orang bisa bermain judol. Omset agennya triliunan dan rakyat pun menderita. Mirisnya pemerintah Kota diam saja, harus ada aturan yang tegas. Agar judol tidak leluasa beroperasi di Kota Medan, kita harapkan para pemuka agama ikut bergerak memberikan penyadaran-penyadaran kepada masyarakat kita bahwa judi online itu tidak ada tempatnya di kota Medan,” pungkasnya. (S.Smjk)
Discussion about this post