Oleh : Musri Nauli
Setelah tiba di Prapat, pesona Pulau Samosir terlalu sayang dilewatkan. Berbekal informasi dan daya tarik promosi Wisata, maka pilihan menggunakan Feri mengangkut mobil atau cuma menyewa Speedboat menjadi perdebatan.
Berbekal informasi, penyeberangan membawa mobil dapat dikenakan biaya Rp 150 ribu ribu. Sedangkan penumpang dikenakan Rp 15 ribu. Saya tidak menggali informasi lebih dalam.
Namun menyewa Speedboat Rp 500 ribu – Rp 600 ribu dengan kapasitas penumpang 8 orang. Speedboat dapat mengantarkan ke berbagai tempat di Pulau Samosir sekaligus menunggu menikmati obyek wisata.
Pokoknya bisa seharian. Tergantung Lobby dengan pemilik speedboat.
Kamipun kemudian menghitung. Apakah mendatangi Pulau Samosir membawa kendaraan atau cukup menyewa Speedboat.
Apabila pilihannya mendatangi Pulau Samosir dan kemudian “pindah menginap” disana, maka memerlukan “kerepotan tersendiri’.
Dengan Keluarga besar, maka bisa dibayangkan “kerepotan” yang muncul. Entah “packing” peralatan sehingga memakan waktu.
Akhirnya disepakati, cukup menyewa speedboat yang ternyata di tempat penginapan selalu tersedia.
Dengan menikmati Danau Toba sembari Santai, sembari bersiap-siap, petugas penginapan kemudian “memerintahkan” driver speedboat agar segera menaiki kami.
Hanya berjalan sebentar, karena memang speedboat terletak didepan penginapan, kami cukup menaikki speedboat didepan kamar.
Ha.. ha.. ha.. cukup asyik juga.
Pesona Danau Toba memang menarik perhatian geologi. Berbagai catatan geologi menyebutkan, Danau Toba merupakan kaldera dari Gunung Toba.
Menurut Parlin Nainggolan didalam sebuah website dan data berbagai sumber, Gunung Toba pernah meletus tiga kali.
Letusan pertama terjadi sekitar 800 ribu tahun lalu. Letusan ini menghasilkan kaldera di selatan Danau Toba, meliputi daerah Prapat dan Porsea.
Letusan kedua yang memiliki kekuatan lebih kecil, terjadi 500 ribu tahun lalu. Letusan ini membentuk kaldera di utara Danau Toba. Tepatnya di daerah antara Silalahi dengan Haranggaol.
Dari dua letusan ini, letusan ketigalah yang paling dashyat. Letusan ketiga 74.000 tahun lalu menghasilkan kaldera, dan menjadi Danau Toba sekarang dengan Pulau Samosir di tengahnya.
Letusan Gunung Toba merupakan letusan gunung berapi yang paling dahsyat yang pernah diketahui di planet Bumi ini. Dan hampir memusnahkan generasi umat manusia di planet Bumi. 73.000 tahun yang lalu letusan dari supervolcano di Indonesia hampir memusnahkan seluruh umat manusia, hanya sedikit yang selamat. Kedahsyatan letusan gunung Toba memang sangat terkenal dan merupakan 3 besar letusan volcano terdahsyat di planet bumi. Dan dikabarkan juga matahari sampai tertutup selama 6 tahun.
Letusan ini tidak bisa dibandingkan dengan apapun yang telah dialami di bumi sejak masa dimana manusia bisa berjalan tegak. Dibandingkan dengan SuperVolcano Toba, bahkan krakatau yang menyebabkan sepuluh ribu korban jiwa pada 1883 hanyalah sebuah sendawa kecil. Padahal krakatau memiliki daya ledak setara dengan 150 megaton TNT. Sebagai perbandingan: ledakan Bom Nuklir hiroshima hanya memiliki daya ledak 0,015 megaton, dan secara lisan maka daya musnahnya 10.000 kali lebih lemah dibanding krakatau. Letusan Gunung toba hampir memusnahkan umat manusia 73.00 tahun yang lalu.
Dengan memuntahkan badan Gunung Toba hingga memusnahkan manusia kemudian menyebabkan kubah yang kemudian sekarang menjadi dan dikenal Danau Toba yang eksotik.
Sehingga tidak salah kemudian, cerita yang berkembang disana justru dimulai ketika telah selesainya meletus Gunung Toba.
Setelah menaiki speedboat lebih kurang 20-25 menit, tibalah di Pulau Samosir. Kami turun di Pelabuhan Tomok.
Pulau Samosir tidak dapat dipisahkan dari Ruma Bolon yang sarat simbol dan makna.
Menurut para antropologi sekaligus brosur travelling yang tersebar, Filosofi Ruma Bolon adalah rumah adat dari Sumatra Utara, dari suku Batak Toba yang ada di Indonesia.
Rumah Bolon adalah simbol dari identitas masyarakat Batak yang tinggal di Sumatra Utara.
Pada zaman dahulu kala, rumah Bolon adalah tempat tinggal dari 13 raja yang tinggal di Sumatra Utara. 13 Raja tersebut adalah Raja Ranjinman, Raja Nagaraja, Raja Batiran, Raja Bakkaraja, Raja Baringin, Raja Bonabatu, Raja Rajaulan, Raja Atian, Raja Hormabulan, Raja Raondop, Raja Rahalim, Raja Karel Tanjung, dan Raja Mogam.
Ada beberapa jenis rumah Bolon dalam masyarakat Batak yaitu rumah Bolon Toba, rumah Bolon Simalungun, rumah Bolon Karo, rumah Bolon Mandailing, rumah Bolon Pakpak, rumah Bolon Angkola. Setiap rumah mempunyai ciri khasnya masing-masing.
Rasanya ingin sekali “menikmati perjalanan spritual pengetahuan untuk melihat lebih lengkap”. Walaupun adanya museum dibelakang pasar Tomok setelah menaiki tangga yang cukup melelahkan, Namun “keegoisan” harus dipupus.
Namun sedikit waktu menikmati museum, berbagai aksara Batak secara sekilas juga terlihat. Termasuk juga kalender Batak.
Sayapun teringat dengan Uli Kozok yang tekun menceritakan Aksara Batak. Didalam bukunya “Surat Batak – Sejarah Perkembangan Tulisan Bata Berikut Pedoman Menulis Aksara Batak dan Cap Si Singamangaraja XII, 2015, Uli Kozok menceritakan tentang buku yang dihasilkannya yang berisikan pengantar filologi Batak yang mencakup dasar-dasar filologi Batak dan penerapannya.
Nama Uli Kozok menjadi ingatan yang cukup dalam bagi saya. Selain pernah bertemu di acara di Perpustakaan beberapa tahun yang lalu, Uli Kozok juga menuliskan tentang “Kitab Tanjung Tanah”. Sebuah buku yang menerangkan tentang penemuannya Kitab Tanjung Tanah.
Dengan memadukan pengetahuan sebelumnya mengenai aksara Batak, Uli Kozok kemudian memperbandingkan antara aksara Incung yang ada didalam Kitab Tanjung Tanah, aksara Batak dan Aksara Lampung.
Tidak salah kemudian, “lekukan” Aksara Batak, Aksara Incung dan Aksara Lampung begitu mirip. Dengan demikian maka masyarakat Nusantara sudah mempunyai pengetahuan adiluhung jauh sebelum kedatangan bangsa-bangsa Eropa ke Nusantara.
Penulis adalah Advokat yang tinggal di Jambi
Discussion about this post