Aksara24.id – Kisruh terkait kepemimpinan Universitas Batanghari (Unbari) masih terus berlanjut. Kini, pihak Senat Unbari menanggapi kasus mereka yang dilaporkan oleh Yayasan Pendidikan Jambi (YPJ) ke Polda Jambi.
Ketua Tim Kuasa Hukum Unbari, Dr. Firman Wijaya mengatakan pihaknya siap untuk menghadapi kasus hukum yang berlaku. Namun, menurutnya permasalahan ini sebaiknya diselesaikan dengan mediasi tidak perlu sampai ke ranah hukum.
“Unbari ini untuk kepentingan publik bukan privasi, sebaiknya diselesaikan dengan cara mediasi tidak perlu sampai ke ranah hukum,” katanya, kepada wartawan, Kamis (13/01/2022).
Ia menyampaikan pergerakan pihak Yayasan yang membuat laporan ke Polda Jambi tidak didukung oleh dokumen bukti maka potensi bisanya tinggi. Ada masalah de jure dan de facto.
“Adakalanya secara de jure kita kuat, tetapi jka de factonya tidak menguasai, maka nantinya akan menimbulkan masalah. Misalnya, berkaitan dengan akuisisi. Maka secara de facto atau dokumen dan data-data harus ada,” ungkapnya.
Selain itu, ada kelonggaran pada pasal-pasal dalam Undang-undang Yayasan. Yayasan yang otentik termasuk pendiri dan aset (minus aset yang bukan milik pendiri, seperti aset milik pemerintah).
“Jangan sampai ada produk apapun dari Yayasan yang mengklaim aset pemerintah sebagai asetnya. Jika ada aset milik pemerintah harus diselesaikan terlebih dahulu,” jelasnya.
Walaupun ada penyesuaian terhadap Undang-undang Yayasan yang mengharuskan pembentukan Yayasan baru dan menghapus pendiri Yayasan lama, tidak kemudian bisa melakukan “rekayasa” terhadap aset, karena hal tersebut akan menimbulkan masalah tersendiri.
Sesuai ketentuannya, suatu Yayasan baru tidak boleh memiliki persamaan sebagian maupun seluruhnya terhadap simbol-simbol Yayasan yang lama. Tetapi hal ini yang sering dilupakan, karena berpikirnya hanya seperti ganti “seragam” yang sebenarnya ada kemiripan sebagian atau seluruhnya dengan Yayasan lama.
“Maka salah betul dan ini merupakan pelanggaran, ada unsur pidananya. Walaupun masalah simbol-simbol tersebut sudah diatur dalam statuta,” tegasnya.
Sebenarnya unsur rekayasa Yayasan baru ini makin jelas terlihat, melalui pengakuan pendirinya sebagai pendiri tunggal dihadapan notaris. Hal ini mengarah kepada pidana, sebab unsur otentisitasnya ada yang ditinggalkan, yaitu memberikan keterangan yang tidak benar dalam akta, yaitu menghilangkan pendiri-pendiri yang masih ada pada saat itu.
Ia menuturkan perlu ada pemetaan skema pendirian dari awal yang sistematis supaya objektifitas bisa diukur, sebaiknya dibentuk “task force” semacam tim penyelamat diluar posisi profesi yang tujuannya untuk mengimbangi pengambilan keputusan.
“Hal terpenting yang harus kita jaga adalah suasana akademik. Jadi secara de facto, semua unsur-unsur universitas yang ada di statuta harus dapat kita konsolidasikan. Kita berharap Rektor dapat menghimbau para dekanat untuk tetap menjalankan proses akademik seperti biasa,” jelasnya.
Berkaitan dengan proses hukum Yayasan, nantinya akan melibatkan unsur pemerintah sebagai Pelaksana Tugas (Plt) jika Rektor yang dipermasalahkan. Langkah ini merupakan pekerjaan yang sistemik, tidak boleh parsial.
Lanjutnya, kenapa tak boleh parsial, karena berkaitan dengan kebijakan, maka sebaiknya persoalan YPJ ini ditarik ke pusat. Nantinya akan dikoordinasikan dengan Dikti dan pihak-pihak terkait. Sedangkan, aksi hukum berkaitan dengan YPJ yang baru akan dilakukan setelah masalah aset yang berkaitan dengan aset pemerintah diselesaikan.
Ia menambahkan langkah nyata yang harus diambil adalah, segera laksanakan rapat pendiri Yayasan lama dengan agenda melihat dokumen-dokumen yang ada terkait dengan akta No. 17 tahun 2010, dan ditemukan kejanggalan-kejanggalan di antaranya YPJ baru bukan merupakan badan penyelenggara sebenarnya yang menaungi Unbari.
“Ada salah satu pendiri Yayasan lama yang telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan mendirikan Yayasan baru dengan nama yang sama dan menyatakan sebagai pendiri Yayasan lama yang masih ada pada saat itu,” sebutnya.
Kemudian, secara substansi Yayasan baru tersebut sama dengan Yayasan lama, hal ini merupakan perbuatan melawan hukum. Dari dasar tersebut, ditemukan bahwa akta ini cacat hukum dan ditemukan unsur pidana.
“Seharusnya tidak perlu membentuk Yayasan baru, harus tetap dikaitkan dengan historis Yayasan lama. Yang diperlukan adalah memperbaiki Yayasan Pendidikan Jambi yang masih ada,” pungkasnya.
Sementara itu, Dosen sekaligus Kuasa Hukum Unbari Ahmad Zulfikar menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara Yayasan Pendidikan Jambi Tahun 1977 dengan Yayasan Pendidikan Jambi Tahun 2010 sebagaimana yang diklaim oleh anak-anak dari alm. Hasip Kalimuddin Syam.
“Aset milik yayasan lama tidak bisa dipindahkan ke Yayasan baru, harus dilihat dulu aturannya dari AD/ART pada Akte Pendirian Yayasan Pendidikan Jambi Tahun 1977. Aset Yayasan lama tidak bisa dipindahkan ke Yayasan baru, sekalipun pendiri Yayasan baru tersebut merupakan pendiri Yayasan lama,” jelasnya.
Dalam hal ini, Ia menyarankan melakukan pembedahan terhadap AD/ART Pendirian Yayasan Pendidikan Jambi yang disahkan oleh notaris. Bedah SK Pembentukan Dewan Pembina, Pengawas, dan Pengurus, siapa mitra usaha Yayasan (pihak mana saja yang berperan), dan apa saja sektor usaha yayasan?
Selanjutnya, ia juga akan melalukan penuntutan terhadap pendiri Yayasan Pendidikan Jambi baru yang telah mengakuisisi atau merampas harta kekayaan Yayasan Pendidikan Jambi lama. (*/GA)
Discussion about this post