Oleh : Musri Nauli
Dalam peta Belanda tahun 1910 disebutkan “DATOEK NAN III”. Datuk Nan Tigo adalah serumpun tiga datuk menguasai Marga “DATOEK NAN III”. Marga Datoek Nan Tigo berpusat di Mengkadai.
Ketiga Datuk yaitu Datuk Temenggung, Datuk Ranggo, Datuk Demang. Datuk Temenggung berpusat di Dusun Mengkadai. Datuk Ranggo berpusat di Dusun Muara Mansao. Sedangkan Datuk Demang berpusat di Kampung Pondok.
Istilah Datuk merupakan penghormatan terhadap pemimpin adat. Kekuasaan Datuk setingkat Pesirah di Marga atau Penghulu di Batin. Seloko seperti “Marga berpagar Pesirah. Batin Berpenghulu” merupakan bentuk ikrar terhadap penghormatan Petinggi pemimpin negeri yang biasa disebut “alam sekato Rajo. negeri Sekato Batin.
Kata “Datuk” mengingatkan sejarah keberadaan Minangkabau. Bahar Datuk Nagari Basa didalam Buku “Tambo dan Silsiah Adat Minangkabau”, “Datuk Perpatih Nan Sebatang dan Datuk Katumanggungan merupakan “nenek moyang” Minangkabau.
Cerita Datuk Perpatih Nan Sebatang ternyata juga hidup hulu Sungai Batanghari di Marga Sumay. Cerita mirip dapat dikenal istilah “Datuk Perpatih Penyiang Rantau. Sedangkan Masyarakat Pemayungan mengenal “Datuk Domang Muncak Komarhusin. Desa Pemayungan dikenal sebagai “Dusun Tanah Bedentum” yang termasuk kedalam Marga Sumay. Marga Sumay kemudian menjadi Kecamatan Sumay di Kabupaten Tebo, Jambi.
Sedangkan di daerah hilir, masyarakat mengenal “Datuk Paduka Berhalo”. Datuk Paduko berhalo disebutkan memerintahkan Kerajaan Melayu II. Makamnya masih terdapat Pulau Berhala.
Didalam Buku Sejarah Nasional Indonesia III – Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia” disebutkan keturunan Datuk Paduko Berhalo kemudian melahirkan Orang Kayo Hitam, Orang Kayo Pingai, Orang Kayo Pedataran dan Orang Kayo Gemuk. Merekalah kemudian mewarisi keturunan hingga Kerajaan di Tanah Pilih Pseko Betuah dan kemudian Kerajaan Jambi dan diakhiri Sultan Thaha yang kemudian dinyatakan tewas oleh Belanda tahun 1904.
Datuk yang menguasai masing-masing wilayah kemudian dipilih oleh para Kepala Kampung. Sedangkan Datuk Petinggi kemudian dipilih oleh ketiga Datuk yaitu Datuk Temenggung, Datuk Ranggo Dan Datuk Demang.
Setelah masyarakat kemudian bermukim tetap, maka untuk menjamin kerukunan, ketertiban, perdamaian dan kesejahteraan maka dibentuk struktur social. Dimulai dari pemimpin “tengganai” yang disebut “tuo tengganai”. Sebagaimana ujaran “Rumah Betengganai”.
Kemudian dibentuk kampong yang biasa disebut Kepala Kampung sebagaimana ujaran “tuo bekampung”. Barulah kemudian Kepala Kampung memilih atau menunjuk Kepala Dusun yang kemudian disebut Datuk. Sebagaimana ujaran “Negeri bebatin”.
Posisi Datuk begitu dihormati. Slamet Muljana didalam bukunya “Sriwijaya” menyebutkan, apabila merujuk kepada Prasasti Telaga Batu dimana pada baris 11 terdapat kata “Kedatuan” yang kemudian ditafsirkan sama dengan Kedaton atau “keratin” yakni istana Raja. Sehingga Kedatuan dapat disamakan dengan wilayah Datu[1]. Datuk kemudian menjadi Datuk dan dikenal di Kerajaan Pagaruyung dan diserap didalam sistem struktur social di Marga Datuk Nan Tigo.
Penghormatan dan Keputusan Datuk begitu penting sebagaimana ujaran “Alam berajo. Negeri Bebatin. Segala keputusan Datuk haruslah diikuti seluruh rakyat negeri.
Menurut tembo di Marga Datuk Nan Tigo, selain kekuasaan ketiga Datuk, maka dikenal juga Datuk Petinggi dan Datuk Monti. Datuk Petinggi merupakan pimpinan dari ketiga Datuk. Berpusat di Dusun Pulau Pandan. Sedangkan Datuk Monti merupakan pembantu dari Datuk Petinggi berpusat di Dusun Tutur. Kata “tutur” kemudian dikenal sebagai daerah “Dam Kutur.
Selain hubungan antara Datuk Nan Tigo dengan Datuk Petinggi dan hubungan Datuk Monti, masing-masing Datuk mengatur sistem pemerintahan adat di wilayah masing-masing.
Datuk Petinggi berkuasa di Dusun Pulau Pandan. Dusun Pulau Pandan terdiri dari kampong Pulau Pandan, Muara Limun dan Dusun Tuo.
Didalam peta Belanda tahun 1910, Marga Datuk Nan Tigo selain memuat tempat Dusun Mengkadai juga mengenal tempat Dusun Muara Limun.
Datuk Temenggung menguasai Dusun Mengkadai, Tanjung Putus, Dusun Kait-kait.
Datuk Demang menguasai Kampung Pondok, Dusun Baru, Benteng Mukam, Mansao, Kampung Renah, Dusun Barung-barung dan Rantau Karya
Datuk Ranggo menguasai Kampung Muara Mansao, Rantau Alai dan Sungai Dingin. Sedangkan Datuk Monti menguasai Muara Kutur.
Marga Datuk Nan Tigo mengaku keturunan Minangkabau. Sebagai keturunan Minangkabau, penamaan “Datuk” merupakan gelar yang diberikan sebagai pemimpin di kalangan masyarakat adat.
Didalam Tembo, wilayah Marga Nan Tigo berbatasan dengan Marga Cermin Nan Gedang yang ditandai dengan Dusun Tendeh., Ulak Belah yang terletak di ujung Muara Limun.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Marga Pelawan yang ditandai dengan Sungai Merah sebelah Sungai Keruh. Tempat ini masih bisa ditemukan di areal Singkut IV. Singkut IV masuk kedalam wilayah Transmigrasi Singkut. Masyarakat biasa menyebutkan sebagai Singkut IV.
Begitu juga arah Timur berbatasan dengan Marga Pelawan yang ditandai di tempat Sungai Bireh dan Lobum. Lobum adalah tempat pengadangan Gajah. “Istilah Pengadangan Gajah adalah tempat “perlindungan gajah”. Atau biasa disebut sebagai “jalur satwa gajah”.
Kemudian dari Muara Sungai Bireh menuju ke Sungai Keruh. Dari sini bisa ditemukan kubangan Gajah yang bisa ditemukan di Pelawan Batin 8.
Didalam perkembangannya kemudian Kekuasaan Datuk Petinggi mengalami pemekaran. Dusun Pulau Pandan kemudian menjadi Desa Pulau Pandan. Sedangkan Dusun Tuo dan Dusun Muara Limun menjadi Desa Muara Limun.
Kekuasaan Datuk Temenggung yaitu Dusun Mengkadai, Dusun Tanjung Putus, Dusun Kait-kait menjadi Desa Temenggung.
Begitu juga Datuk Demang berkembang. Semula dari berbagai dusun kemudian menjadi Desa Demang dan Desa Panca Karya.
Dusun Kampung Pondok dan Dusun Baru kemudian menjadi Desa Demang. Data ini sesuai dengan data di KPH Sarolangun.
Dusun Benteng Mukam, Dusun Baru, Dusun Mansio, Dusun Kampung Renah, Dusun Barung-barung dan Dusun Rantau Kayu kemudian menjadi Desa Panca Karya.
Sedangkan menurut data dari KPH Sarolangun, Desa Panca Karya terdiri dari Dusun Barung-barung, Dusun Benteng marukam, Dusun Kampung renah, Dusun Muaro mensao, Dusun Benteng tinggi.
Begitu juga Rantau Karya kemudian dimekarkan menjadi Desa Panca Karya dan Desa
Ada perbedaan mendasar. Apabila masyarakat mengenal “istilah Benteng Mukam” sedangkan didalam data KPH Sarolangun disebutkan “Benteng Tinggi”.
Kekuasaan Datuk Temenggung yaitu Dusun Mengkadai, Dusun Tanjung Putus, Dusun Kait-kait menjadi Desa Temenggung.
Begitu juga Kekuasaan Datuk Ranggo. Muara Mansao, Rantau Alai dan Sungai Dingin kemudian menjadi Desa Ranggo.
Namun menurut KPH Sarolangun Desa Ranggo terdiri dari Dusun Sungai Dingin, Dusun Sungai Dingin Baru, Dusun Kayu Aro, Dusun Bukit Tanggo Batu.
Desa Ranggo kemudian dimekarkan kembali menjadi Desa Muara Mensao. Desa Mansao terdiri dari Dusun Muara Mansao, Dusun Rayo Rumbai, Dusun Rantau Alai dan Sungai Tekuyung.
Sedangkan Datuk Monti yang menguasai Dusun Monti, Dusun Muara Kutur dan Sungai Siluk kemudian menjadi Desa Monti.
Data KPH Sarolangun menyebutkan Desa Monti terdiri dari Dusun Tebing Tinggi, Dusun Sungai Benteng, Dusun Muara Kutur dan Dusun Sungai Siluk.
Didalam perkembangannya, Kecamatan Limun merupakan wilayah Marga Cermin Nan Gedang, Marga Datuk Nan Tigo dan Marga Bukit Bulan.
Dengan demikian, maka Kecamatan Limun yang terdiri dari Desa seperti Desa Berkun, Desa Demang, Desa Lubuk Bedorong, Desa Meribung, Desa Mersip, Desa Monti, Desa Muara Limun, Desa Muara Mansao, Desa Napal Melintang, Desa Panca Karya, Desa Pulau Pandan, Desa Ranggo, Desa Suka Damai, Desa Tanjung Raden dan Desa Temenggung.
Sedangkan Desa Demang, Desa Pulau Pandan, Desa Muara Limun, Desa Temenggung, Desa Panca Karya, Desa Ranggo dan Desa Monti merupakan wilayah kekuasaan didalam Marga Datuk Nan Tigo.
Discussion about this post