Oleh: Bahren Nurdin
Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), yang telah menjadi momok menakutkan bagi Indonesia, nampaknya kembali terjadi, meskipun tidak sebesar kebakaran besar yang melanda negara ini pada tahun 2015 dan 2019.
Meskipun tidak sebesar kejadian sebelumnya, Karhutla tetap membawa dampak yang serius terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Dampaknya dapat dirasakan pada ekonomi, sosial, pendidikan, politik, dan bidang lainnya. Salah satu dampak yang paling nyata dirasakan oleh masyarakat, terutama anak-anak, adalah dalam bidang pendidikan.
Pemerintah Kota Jambi, sebagai contoh, terpaksa meliburkan peserta didik karena tingkat kabut asap telah melampaui batas ambang normal yang aman bagi kesehatan manusia.
Kabut asap ini bukan hanya mengganggu aktivitas sehari-hari tetapi juga meningkatkan risiko penyakit, terutama gangguan pernafasan, khususnya pada anak-anak.
Dalam upaya untuk tetap melanjutkan pendidikan, sekolah-sekolah di Jambi memutuskan untuk melaksanakan pembelajaran secara online, di dalam jaringan (daring).
Namun, pendidikan daring ini juga membawa dampak negatif yang serius, terutama terkait dengan nilai-nilai sosial. Anak-anak di sekolah tidak hanya belajar membaca, menulis, dan berhitung, tetapi juga belajar nilai-nilai dasar kehidupan.
Mereka belajar bagaimana berhubungan dengan sesama manusia, berinteraksi dengan baik, menghargai guru, teman, dan kakak kelas, serta bagaimana mengontrol emosi mereka.
Nilai-nilai sosial ini adalah dasar dari kepribadian yang baik dan membentuk pondasi moral anak-anak.
Dengan pembelajaran daring, anak-anak kehilangan interaksi langsung dengan guru dan teman sekelas. Mereka kehilangan pengalaman belajar yang melibatkan diskusi, kolaborasi, dan kerjasama.
Interaksi sosial yang terjadi di luar ruang kelas, seperti saat istirahat atau saat bermain bersama, juga hilang.
Semua ini menyebabkan anak-anak kehilangan peluang untuk mengembangkan keterampilan sosial yang sangat penting untuk kehidupan dewasa nanti.
Selain itu, nilai-nilai seperti empati, kerjasama, dan kesabaran, yang sulit diajarkan melalui layar komputer, juga terpinggirkan. Pendidikan tidak hanya tentang mengisi kepala dengan pengetahuan tetapi juga membentuk hati dan karakter anak-anak.
Dengan hilangnya nilai-nilai sosial ini, kita harus bertanya pada diri sendiri, apakah pendidikan saat ini benar-benar memenuhi tujuan utamanya.
Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah dan pihak berwenang untuk mengatasi masalah kabut asap ini dengan segera dan efektif.
Langkah-langkah preventif yang lebih baik dan penegakan hukum yang ketat terhadap pembakaran hutan dan lahan ilegal adalah langkah-langkah yang diperlukan.
Selain itu, pendidikan daring juga perlu disesuaikan untuk memasukkan elemen-elemen interaksi sosial yang dapat membantu anak-anak mengembangkan nilai-nilai sosial mereka.
Sekali lagi, perlu digarisbawahi bahwa kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tidak hanya sebagai peristiwa kebakaran dan kabut asap semata, tetapi juga sebagai masalah sosial yang mendalam. Karhutla bukan hanya membakar lahan dan hutan, tetapi juga membakar masa depan anak-anak bangsa.
Dengan melihat karhutla sebagai ancaman serius terhadap masa depan anak-anak, penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk mengambil tindakan preventif dan menegakkan hukum secara ketat terhadap praktik-praktik ilegal yang menyebabkan karhutla.
Diperlukan pendekatan yang holistik untuk melindungi generasi mendatang dari dampak sosial yang merusak akibat karhutla.
Ini mencakup edukasi masyarakat, peningkatan pengawasan, dan penegakan hukum yang tegas agar anak-anak bangsa dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang bersih, sehat, dan mendukung pertumbuhan sosial dan pendidikan mereka.
Akhirnya, kita semua berharap agar anak-anak Indonesia, terutama di Jambi, dapat kembali ke sekolah dengan aman dan segera mendapatkan kembali pengalaman belajar yang lengkap, tidak hanya dari segi pengetahuan tetapi juga dari segi nilai-nilai sosial.
Semoga kita semua dapat bekerja sama untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung perkembangan holistik anak-anak, sehingga mereka dapat tumbuh menjadi generasi yang cerdas, berpengetahuan, dan juga berakhlak mulia.
Penulis adalah Pengamat Sosial dan Kebijkan Publik
Discussion about this post