Oleh : Nadya Salsabyla
Seperti yang sudah kita ketahui, TikTok Shop adalah salah satu fitur yang disediakan oleh aplikasi bernama TikTok yang memungkinkan pengguna maupun pembuat konten untuk mempromosikan atau bahkan menjual barang dagangan mereka ataupun orang lain melalui platform atau aplikasi TikTok tersebut.
Fitur ini mulai tersedia untuk pengguna TikTok sejak pertengahan tahun 2021, dan sempat resmi tutup pada 4 oktober 2023, namun kembali buka dengan menggandeng Tokopedia pada 12 Desember 2023.
Selama masa tutupnya itu, diketahui TikTok melakukan pendekatan pada beberapa E-Commerce yang terdapat di Indonesia agar bisa kembali menjalankan bisnisnya. Namun TikTok akhirnya memilih Tokopedia sebagai partnernya dengan mengendalikan 75,01% saham perusahaan dari Tokopedia.
Dikutip dari CNBC Indonesia, Direktur Eksekutif E-Commerce TikTok Indonesia Stephanie Susilo mengatakan bahwa pihaknya memiliki visi dan misi yang sama dengan Tokopedia, yaitu untuk menjunjung tinggi bisnis lokal, UMKM lokal, dan tentunya mensupport kreator-kreator yang ada di Indonesia ini.
Lalu, bagaimana pengenaan pajak atas transaksi jual beli yang terjadi di TikTok Shop ini?
Mari kita bahas.
Melihat pesatnya perkembangan bisnis e-commerce yang ada di indonesia, DJP selaku otoritas perpajakan yang ada di Indonesia juga selalu menegaskan bahwa perpajakan bagi transaksi konvensional maupun e-commerce itu diberlakukan sama (Pajak.go.id, 2016).
Dari penjelasan tersebut, ini dapat disimpulkan bahwa transaksi melalui e-commerce ini lebih menekankan pada cara transaksinya yang menggunakan elektronik saja, mengenai objek pajak dalam transaksinya itu masih sama dengan transaksi konvensional sehingga masih memberlakukan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan Undang-Undang Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN).
Selain pada aturan umum UU PPh dan UU PPN, DJP juga mengeluarkan regulasi khusus dalam menghadapi perkembangan dari e-commerce berupa Surat Edaran Dirjen Pajak tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan atas Transaksi E-commerce yaitu SE-62/PJ/2013 dan Surat Edaran Dirjen Pajak tentang Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan atas Transaksi E-commerce yaitu SE-06/PJ/2015.
Perlu diketahui bahwa kedudukan hukum dari Surat Edaran itu tidak termasuk ke dalam hierarki peraturan Undang-undang, melainkan dengan adanya Surat Edaran tersebut diharapkan itu bisa memberikan penjelasan dan memperjelas koridor hukum dari pengenaan pajak terhadap industri e-commerce ini.
Jadi, dapat disimpulkan dari penjelasan sebelumnya, bahwasannya pengenaan pajak terhadap TikTok Shop ini sama dengan pengenaan pajak pada bisnis konvensional lainnya. Ketika penjual dari TikTok Shop tersebut sudah memenuhi persyaratan sebagai Wajib Pajak dan mendapat penghasilan dari usaha yang ia lakukan melalui TikTok Shop, maka ia harus segera mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan membayar Pajak Penghasilan (PPh) sesuai dengan tarif yang sudah ditetapkan.
Sesuai dengan Pasal 4 UU PPh yang menyebutkan, berbagai jenis penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dapat dikenakan pajak penghasilan, maka penghasilan yang diterima oleh pelaku dalam transaksi e-commerce merupakan objek dari Pajak Penghasilan (PPh) tersebut.
Dan apabila pelaku e-commerce dari TikTok Shop tersebut (baik penjual maupun penyedia toko online/classified ads) yang melakukan penjualan/penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP) lebih dari Rp 4,8 M setahun wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Jadi semua barang maupun jasa yang mereka jual melalui media elektronik (TikTok Shop) tersebut merupakan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak yang akan dikenakan PPN nantinya.
Namun pada faktanya, TikTok Shop sampai saat ini belum dikenakan pajak e-commerce. Saat ini TikTok hanya terdaftar sebagai perusahaan yang dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) yang artinya Ditjen Pajak hanya menerima pajak atas pengiklanan yang ditayangkan oleh TikTok.
Dikutip dari Kontan.co.id, Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak Ihsan Priyawibawa mengatakan bahwa TikTok hanya melakukan setoran pajak terhadap aktivitas pemungutan PPN atas transaksi transaksi di indonesia. Jadi orang Indonesia yang memanfaatkan jasa TikTok maka akan dipungut PPN nya.
Sampai saat ini belum diketahui bagaimana mengakui pendapatan yang dihasilkan dari platform TikTok Shop yang beroperasi di lingkungan digital dengan melibatkan banyak transaksi tersebut. Penyebab utama dari ketidak jelasan dalam pengenaan pajak pada platform TikTok Shop itu karena belum adanya regulasi yang mengatur mengenai pengenaan pajak atas media sosial yang merangkap sekaligus dengan platform e-commerce.
Jadi dalam menyikapi hal ini, pemerintah seharusnya bisa lebih aware terhadap perkembangan dari e-commerce dan pemerintah juga harus sesegera mungkin menyiapkan regulasi yang mengatur tentang pengenaan pajak atas media sosial yang merangkap sekaligus menjadi platform e-commerce seperti TikTok dan TikTok Shop ini.
Penulis adalah Mahasiswi Jurusan Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia
Discussion about this post