Oleh : Husnu Ziadatul Khairi
Joko Widodo, Presiden RI ke-7 yang akrab dipanggil Jokowi kembali menyita perhatian rakyat ditengah gempita pilpres 2024. Pernyataannya mengenai “cawe-cawe” dalam Pilpres 2024 menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Bagi sebagian orang, hal tersebut dianggap mencoreng etika kenegaraan sehingga dapat mengurangi integritasnya sebagai presiden.
Diakhir masa jabatannya tahun ini, anak sulungnya Gibran Rakabuming Raka terpilih sebagai cawapres dari pasangan calon (paslon) nomor urut 2 yakni Prabowo Subianto. Ditengah peliknya tuduhan dinasti politik yang dibangun Jokowi.
Jokowi Cawe-Cawe Pilpres 2024
Pada akhir Mei 2023 lalu muncul kata “cawe-cawe” pada momen dikumpulkannya para pimpinan redaksi dan konten kreator Indonesia, serta partai-partai koalisi PDIP kecuali Partai NasDem di Istana Negara. Berkaitan dengan momen pemilihan presiden, kata “cawe-cawe” menjadi konotasi bernuansa negatif. Apalagi jika dilihat di momen tersebut, satu-satunya partai oposisi yang mengusung Jokowi kala itu tak diundang.
Media pun beramai-ramai mengatakan NasDem partai yang dianaktirikan Jokowi. Pertemuan itu merangsang persepsi media bahwa Jokowi melakukan campur tangan politik dengan mengumpulkan partai koalisinya untuk menentukan calon presiden dan wakil presiden yang akan diusung. Sehingga NasDem dikecualikan karena telah mendeklarasikan capresnya sendiri.
Cawe-cawe dalam KBBI berarti ikut membantu mengerjakan (membereskan, merampungkan); ikut menangani. Dalam hal ini, banyak pakar yang menganggap presiden terlalu ikut campur dan tidak netral. Salah satu pakar hukum tata negara di Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan bahwa cawe-cawe ini merupakan campur tangan Jokowi dalam pilpres tahun 2024 dan itu telah melanggar etika bernegara.
Keberpihakan Jokowi yang terlalu condong pada partai koalisi yang mengusungnya, mengesampingkan praktik politik yang seharusnya dilakukan presiden dengan tidak mencampuri urusan pencapresan.
Konsep Kepemimpinan Etis
Teori kepemimpinan yang baru oleh Yukl (2010:228) dalam buku pendekatan dan model kepemimpinan menekankan pentingnya reaksi emosional oleh para pengikut terhadap pemimpin. Beberapa teori baru menurut Yukl memberikan penjelasan yang lebih baik tentang bagaimana para pemimpin khususnya eksekutif puncak, mampu memengaruhi orang secara tidak langsung tanpa interaksi berhadapan yang cukup sering. Etika dan integritas berperan penting dalam membangun kepercayaan publik terhadap sektor publik. Ketika para pemimpin menunjukkan perilaku etis, mereka menciptakan citra positif organisasi di mata publik (Sakinah As & Anisah, 2020).
Konsep kepemimpinan etis dapat dilihat dari 4 aspek yang pertama, pemimpin menggunakan kekuasaannya dengan baik dan bijaksana. Konsep kepemimpinan ini wajib terpatri dan dapat direalisasikan semua pemimpin yang menjabat. Sebagai presiden posisi Jokowi selain kepala negara juga kepala pemerintahan.
Seorang Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun mengungkap bahwa Jokowi salah dalam memahami dirinya sebagai seorang presiden. Menurutnya dalam konteks pemilu, presiden hanya berfungsi menjamin jalannya pemilu sesuai agenda, asas dan prinsipnya.
Kedua, mempertahankan standar etika. Teori etika menyiapkan sistem hukum atau prinsip yang menjadi panduan untuk membuat keputusan yang benar atau salah, serta baik atau buruk dalam situasi khusus. Teori etik mengutamakan fokus pada nilai pemimpin dan bagaimana nilai itu memengaruhi hubungan pemimpin dengan pengikut. Perilaku presiden Jokowi di masa kampanye pilpres ini juga disorot agar tetap netral dan jauh dari konflik politic interest.
Ketiga, berkaitan dengan behavior, values, dan motives. Diakhir masa jabatan Presiden Jokowi yang telah menjabat 2 periode, kini giliran anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka mencalonkan diri sebagai wakil presiden. Sehingga santer terdengar politik dinasti keluarga Jokowi. Sejatinya tindakan, values dan motives Jokowi dalam pilpres ini berada diantara PDIP dan restu kepada anaknya.
Jokowi menyatakan, keputusan ikut campur dalam urusan pilpres dilakukan untuk negara dan bukan kepentingan praktis. Menurutnya, aksi cawe-cawe politiknya merupakan hal yang sah-sah saja dilakukan, selagi tidak bertentangan dengan undang undang. Tak hanya itu jokowi juga mengatakan cawe-cawe atau tidak netral yang diperbuatnya bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan, melainkan kepentingan nasional.
Keempat, kepemimpinan yang berintegritas. Integritas merupakan sesuatu yang terkait langsung dengan individu, bukan dengan kelompok ataupun organisasi. Integritas sangat penting untuk dijadikan sebagai kebutuhan utama bagi kepemimpinan etis.
Sebagai kepala pemerintahan, Jokowi seharusnya menunjukkan integritasnya sebagai simbol negara dan tidak melakukan cawe-cawe dalam urusan politik. Selain itu, kepemimpinan yang berintegritas juga dimaknai dengan pemimpin yang teguh pendirian, tidak mudah goyah dengan isu-isu politik yang menggiring perpecahan. Oleh karena itu, presiden harus netral dengan menjamin terselenggaranya pilpres yang demokratis, transparan, dan berkeadilan.
Faktor Penentu dan Konsekuensi Etika Kepemimpinan
Kepemimpinan etis terkait dengan sifat dan kebutuhan kepribadian pemimpin. Apa yang dianggapnya benar atau salah maupun apa yang baik dan buruk untuk dilakukan sesuai situasi. Perilaku etis terjadi dalam konteks sosial, dan sangat dipengaruhi oleh aspek situasi yang mengharuskan presiden Jokowi mengambil posisi sebagai presiden disamping peralihan masa jabatan melalui pilpres 2024, dan posisi sebagai ayah dari Gibran.
Diakhir masa jabatannya integritas Jokowi harus dipertahankan untuk menjaga kestabilan politik dalam riuhnya pemilu. Netralitas yang digaungkan presiden kepada seluruh lapisan masyarakat agar tidak terpecah belah walaupun beda pilihan. Terbukti melalui momen Jokowi mengumpulkan ketiga calon presiden untuk makan bersama, dan berdialog untuk menunjukkan akurnya berdemokrasi.
Jokowi sepatutnya menegaskan posisinya sebagai presiden yang tidak akan melanggar aturan undang-undang, dan tidak akan mengotori demokrasi. Begitu juga dengan kewajiban untuk mengawal dan membantu transisi kepemimpinan nasional periode berikutnya.
Penulis adalah Mahasiswi Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia
Discussion about this post