Oleh: Musri Nauli
Sensasi mudik selain merasakan jalan berbagai bentuk seperti jalan keriting, jalan tol, tikungan tajam, jalan lurus bebas hambatan, jalan yang dekat perkampungan juga tidak dapat dipisahkan berbagai makanan khas dari daerah yang dilewati.
Selama menjelang lebaran idul Fitri dan mengejar berbuka puasa di sepanjang jalan, tentu saja makanan khas tidak boleh dilupakan. Termasuk juga menikmati jajanan setelah dirayakan Idul Fitri.
Makanan khas seperti Kolak, kue-kue penganan, dodol kentang, sirup kulit manis, rendang, Kue serabi, Kepala ikan muara adalah kenikmatan tersendiri.
Setiap makanan yang kemudian dinikmati sekaligus menikmati “rasa melayang” dengan ciri khas juga sedang membayangkan proses pembuatannya.
Sebagai makanan yang dinikmati tentu saja tidak dapat dipisahkan dari masing-masing kebudayaan yang dinikmati.
Perpaduan kelapa yang telah disantan, proses pembuatan kue-kue penganan, pembuatan dodol yang berasal dari kentang, proses pembuatan sirup kulit manis, proses rumit pembuatan rendang, proses pembuatan serapi bahkan proses yang kaya dengan rempah-rempah dari ikan Kepala ikan muara adalah proses yang panjang yang melambangkan hasil dari hasil olahan kekayaan Nusantara.
Dengan penuh cinta, rasa yang dihadirkan selain membangun mimpi-mimpi tentang berbagai proses yang rumit sekaligus juga menjunjung kebudayaan dari rasa makanan yang dinikmati.
Perjalanan mudik serasa hilang capek di badan ketika kemudian menikmati suguhan dari setiap proses makanan yang dihidangkan.
Selain menikmati kebudayaan setiap tempat yang dihampiri sekaligus menikmati proses pembuatannya juga melambangkan kekayaan nusantara yang membuktikan begitu kaya Indonesia.
Perjalanan mudik selain menempuh perjalanan panjang, memakan waktu yang cukup lama juga mengajarkan kecintaan makanan khas Nusantara.
Tidak salah kemudian rasa itulah yang membuat rasa kangen akan mudik senantiasa selalu ditunggu-tunggu keluarga besar.
Dan sekaligus menjawab pertanyaan penting dari sebagian masyarakat global.
Mengapa orang Indonesia begitu mau Ribet, menghabiskan dana yang besar, membongkar celengan/tabungah hanya untuk sekedar mudik.
Rasa yang tidak mungkin dirasakan masyarakat global dan sulit menerima dengan tradisi masyarakat Indonesia.
Sehingga tidak salah kemudian mudik adalah kebudayaan adiluhung yang Masih dirawat dan terus Masih berlangsung hingga kini.
Penulis adalah Advokat tinggal di Jambi
Discussion about this post