Aksara24.id – Di sejumlah kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, bekas lokasi tambang dibiarkan terlantar tanpa adanya reklamasi atau rehabilitasi pasca tambang. Luas lahan yang terabaikan ini mencapai ratusan hektar.
Hasil investigasi lapangan yang dilakukan oleh beberapa jurnalis mengungkap fakta ini. Salah satunya di pertambangan pasir kuarsa di Kabupaten Batubara, tepatnya di Desa Gambus Laut, Kecamatan Lima Puluh Pesisir, dan Desa Sukaramai, Kecamatan Air Putih.
Selain itu, di Kabupaten Asahan juga ditemukan tambang tanah kaolin yang terlantar di Desa Bandar Pulau Pekan, Kecamatan Bandar Pulau.
Aktivitas tambang tanpa reklamasi ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga merugikan negara secara signifikan.
Dari penelusuran lebih lanjut, hasil tambang seperti kuarsa dan kaolin tersebut dikirim ke PT Jui Shin Indonesia. Di Kabupaten Batubara, penambangan kuarsa dilakukan oleh PT Bina Usaha Mineral Indonesia (PT BUMI), sementara tambang tanah kaolin di Asahan dikelola oleh CV Sambara.
PT BUMI diketahui memiliki 99 persen saham yang dimiliki oleh Chang Jui Fang, yang juga menjabat sebagai Direktur Utama di PT Jui Shin Indonesia.
Terkait permasalahan tambang tanpa reklamasi ini, laporan sudah disampaikan kepada Ditreskrimsus Polda Sumut. Kombes Pol Andry Setyawan mengaku telah menurunkan tim investigasi, namun hingga saat ini belum ada kejelasan hukum yang diambil.
Sementara itu, DR Darmawan Yusuf, SH, SE, M.Pd, MH, CTLA, Med, yang mewakili kliennya, Sunani, dalam kasus dugaan pencurian pasir kuarsa dan perusakan lahan oleh PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI, menyebutkan bahwa tanggung jawab hukum tak bisa hanya dilimpahkan pada pekerja lapangan.
“Perusahaan tak bisa lepas tangan begitu saja kepada karyawannya. Ada doktrin Vicarious Liability dalam hukum korporasi, yang menyatakan bahwa perusahaan bertanggung jawab atas tindakan agen atau pekerjanya jika dilakukan dalam lingkup pekerjaannya untuk menguntungkan korporasi,” tegas Darmawan Yusuf. (Selasa, 17/9/2024).
Inspektur Tambang Sumut di bawah Kementerian ESDM melalui Koordinator Suroyo juga telah mengatakan bahwa tambang di Desa Gambus Laut berada di luar koordinat izin yang berlaku.
Lebih lanjut, Ditreskrimum Polda Sumut yang dipimpin oleh Kombes Pol Sumaryono telah menyita dua alat berat ekskavator sebagai barang bukti dari lokasi tambang pasir kuarsa di Desa Gambus Laut.
Meskipun sejak Maret 2024 lalu Chang Jui Fang, Direktur Utama PT Jui Shin Indonesia sekaligus Komisaris Utama PT BUMI, sudah berstatus jemput paksa, hingga kini penegakan hukumnya belum dilaksanakan.
Laporan terhadap PT Jui Shin Indonesia dan PT BUMI telah diajukan oleh Sunani ke Polda Sumut dengan nomor STTLP B/82/I/2024/SPKT/POLDA SUMUT. Anak Sunani, Adrian Sunjaya, juga telah melaporkan dugaan kerusakan lingkungan dan kerugian negara ke berbagai lembaga, termasuk Kejati Sumut, Kejagung, Mabes Polri, hingga KPK.
Ketua LSM Gebrak (Gerakan Rakyat Anti Korupsi), Max Donald, mengatakan bahwa, ada sanksi pidana yang jelas terhadap perusahaan tambang yang tidak melakukan reklamasi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 dan PP No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang.
“Ironisnya, aparat penegak hukum di Sumut seakan menutup mata. Informasi ini sudah disampaikan kepada Kapolda Sumut, Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto, dan Kajati Sumut, Idianto, namun penindakan nyata belum terlihat,” ujar Max Donald.
Max juga mendesak agar pimpinan Polri dan Kejaksaan Agung mengevaluasi kinerja Kapolda Sumut dan jajarannya, serta Kajati Sumut.
“Kerugian negara sudah jelas di depan mata, tetapi penanganannya berlarut-larut. Masyarakat Sumut berhak meminta agar pejabat yang tidak kompeten diganti,” tegas Max.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto dan Kajati Sumut Idianto. Dan saat ini masih terus dilakukan upaya konfirmasi. (S. Smjk)
Discussion about this post