Aksara24.id – Ketika masyarakat Indonesia sudah akrab dengan masalah pinjaman online ilegal domestik, sebuah fenomena baru yang jarang diketahui publik mulai muncul di sektor keuangan digital pinjaman online lintas negara.
Fenomena ini menjadi perhatian serius Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam upaya melindungi konsumen dari kejahatan finansial berbasis teknologi yang kini tidak lagi terbatas pada wilayah Indonesia.
Direktur Pembelaan Hukum Konsumen, Departemen Pelindungan Konsumen OJK, Tri Herdianto, dalam pemaparannya pada Journalist Class angkatan 9 di Palembang ia menyingkap ancaman baru ini, yang bisa berdampak luas bagi masyarakat yang tidak memahami perbedaan aturan dan regulasi keuangan antarnegara.
“Pinjaman online lintas negara adalah modus baru di mana aplikasi fintech yang berbasis di luar negeri mulai menawarkan produk pinjaman dengan bunga yang jauh lebih tinggi dan regulasi yang tidak jelas,” ungkap Tri Herdianto.
Konsumen Indonesia kini harus berhadapan dengan aplikasi pinjaman online yang dioperasikan dari luar negeri, yang banyak di antaranya tidak tunduk pada aturan OJK. Pelaku menggunakan taktik pemasaran yang agresif melalui media sosial dan SMS dengan tawaran pinjaman cepat, tanpa persyaratan yang rumit.
Sering kali, konsumen tidak menyadari bahwa aplikasi tersebut berasal dari luar negeri, dan ketika masalah muncul, mereka sulit mengajukan keluhan atau mendapatkan perlindungan hukum. Modus ini menarik karena pelaku kejahatan dapat dengan mudah menghindari pengawasan OJK dengan menggunakan platform teknologi yang berbasis di negara lain. Selain itu, kebijakan perlindungan konsumen di negara asal platform tersebut mungkin berbeda atau bahkan tidak ada.
“Banyak masyarakat kita yang tergiur oleh janji pinjaman instan, tetapi tidak menyadari risiko besar yang mengintai di balik aplikasi-aplikasi ini,” jelas Tri Herdianto.
Salah satu alasan utama mengapa fenomena ini jarang dibahas adalah karena banyak konsumen yang tidak menyadari bahwa aplikasi fintech asing dapat berbeda dalam hal regulasi. Berbeda dengan perusahaan pinjaman online domestik yang terdaftar dan diawasi oleh OJK, perusahaan lintas negara sering kali beroperasi tanpa izin resmi dan tidak mengikuti standar perlindungan konsumen yang ada di Indonesia.
“Perbedaan regulasi antarnegara membuat masyarakat rentan terhadap penipuan. Dalam kasus ini, OJK tidak bisa sepenuhnya melindungi konsumen, karena yurisdiksi kita tidak mencakup platform asing tersebut,” tambah Tri Herdianto.
Konsumen yang sudah terjerat oleh pinjaman lintas negara ini sering kali kesulitan untuk menyelesaikan masalah mereka. Ketika muncul sengketa atau masalah pembayaran, penyelesaian melalui jalur hukum hampir tidak mungkin dilakukan karena perbedaan regulasi dan jarak geografis.
Dampaknya bisa berujung pada pelecehan penagihan utang atau denda yang tidak terkontrol, merusak reputasi finansial konsumen dalam jangka panjang. Jika fenomena ini dibiarkan berkembang tanpa pengawasan yang ketat, Indonesia bisa menghadapi krisis keuangan yang lebih besar.
Penggunaan aplikasi pinjaman asing ini bisa memicu meningkatnya utang rumah tangga dan melemahkan daya beli masyarakat. Lebih parah lagi, jika krisis keuangan internasional terjadi, masyarakat yang berutang pada aplikasi lintas negara akan berada dalam posisi yang sangat rentan.
Tri Herdianto memperingatkan, dalam lima tahun ke depan, kita mungkin akan melihat semakin banyak konsumen yang terjebak dalam utang lintas negara jika fenomena ini tidak segera diatasi.
“Kami sangat mendorong masyarakat untuk hanya menggunakan aplikasi pinjaman yang terdaftar di OJK, dan menghindari pinjaman dari platform yang tidak jelas asal-usulnya,” tegas Tri Herdianto.
Untuk menghadapi tantangan baru ini, OJK mulai bekerja sama dengan regulator keuangan di negara-negara lain untuk memperketat pengawasan terhadap aplikasi pinjaman lintas negara. Satgas PASTI juga berperan aktif dalam mendeteksi dan memblokir situs serta aplikasi ilegal yang berbasis di luar negeri.
Namun, OJK menegaskan bahwa langkah ini perlu didukung oleh peningkatan literasi digital dan keuangan di masyarakat. Edukasi literasi keuangan menjadi lebih penting dari sebelumnya.
“Masyarakat harus dibekali dengan pengetahuan tentang risiko-risiko keuangan lintas negara dan diberi alat untuk mengenali aplikasi yang aman dan legal,” ungkap Tri Herdianto.
OJK terus mendorong masyarakat untuk lebih berhati-hati dan tidak tergiur oleh tawaran pinjaman yang tidak masuk akal. Konsumen harus memeriksa status legalitas platform pinjaman sebelum mengajukan aplikasi, terutama jika platform tersebut berbasis di luar negeri. OJK juga memperingatkan agar tidak mudah menyerahkan informasi pribadi atau data finansial melalui aplikasi yang tidak dikenal.
“Pinjaman online lintas negara bukan hanya soal keuangan, tetapi juga soal privasi dan keamanan data. Sekali data pribadi kita jatuh ke tangan pihak yang salah, dampaknya bisa sangat luas,” tambah Tri Herdianto.
Fenomena pinjaman online lintas negara adalah ancaman baru yang jarang dibahas, namun memiliki dampak yang sangat serius bagi konsumen Indonesia. Dengan maraknya teknologi digital dan platform fintech asing yang semakin agresif menyasar masyarakat, kesadaran akan regulasi dan risiko lintas negara harus ditingkatkan. OJK, melalui pengawasan ketat dan program literasi keuangan, berupaya untuk melindungi konsumen dari ancaman yang mungkin tidak mereka sadari.
Masyarakat harus lebih waspada dan cerdas dalam memilih layanan keuangan, serta memastikan bahwa semua transaksi dilakukan melalui platform yang terdaftar dan diawasi oleh OJK. Di era globalisasi digital ini, perlindungan terhadap konsumen tidak hanya soal regulasi lokal, tetapi juga soal memahami risiko-risiko di tingkat internasional yang kian kompleks. (Gustin)
Discussion about this post