Aksara24.id – Tiga terdakwa kasus korupsi gagal bayar Medium Term Note (MTN) di Bank Jambi, mantan Direktur Utama (Dirut) Bank Jambi Yunsak El Halcon, Dadang Suryanto dan Andri Irvandi menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jambi, Selasa (5/9/2023).
Ketiga terdakwa dinilai telah merugikan negara sebesar Rp 310 Miliar (M). Dakwaan ketiga terdakwa dibacakan secara terpisah.
Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan, Bank Jambi membeli MTN PT SNP untuk meningkatkan laba bank milik pemerintah daerah di Provinsi Jambi sudah salah sejak awal.
El Halcon kala itu menjabat sebagai Direktur Pemasaran Bank Jambi. Semnatar PT SNP selaku penerbit, telah menggunakan laporan keuangan yang datanya dimanipulasi.
JPU menjelaskan, pada tahun 2017 sampai dengan 2018 Bank Jambi sengaja membeli MTN yang diterbitkan oleh PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (PT SNP) melalui aranger/agen PT MNC Sekuritas, berupa MTN I PT SNP Tahap dua Tahun 2017 sebesar Rp 50 miliar.
Kemudian MTN III PT SNP Tahun 2017 sebesar Rp 48 miliar, MTN V PT SNP Tahap II Tahun 2018 sebesar Rp 100 miliar. MTN V PT SNP Tahap II Tahun 2018 sebesar Rp 32 miliar.
“Pemeblian dilakukan tanpa adanya analisis terhadap produk MTN yang diterbitkan PT SNP,’’ kata JPU Albert Roni Santoso dihadapan ketua majelis hakim Ronald Salnofri.
Menurut JPU, terdakwa juga tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam proses pembelian MTN.
Tidak menerapkan manajemen risiko dalam proses pembelian MTN, yaitu serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha bank. Termasuk pada saat Bank bertransaksi,” jelasnya.
JPU membeberkan dalam dakwaanya, bahwa surat penawaran secara tertulis dari PT MNC Sekuritas selaku eranger pembuat dokumen penawaran PT SNP berupa info memorandum dan research kepada calon investor menggunakan laporan keuangan yang datanya dimanipulasi.
“Laporan keuangan dibuat seolah-olah terlihat sehat, dan memiliki prospek usaha yang bagus. Padahal faktanya sejak tahun 2010, PT SNP kesulitan keuangan. Ini dilihat dari cash flow, uang keluar lebih besar dari pada uang masuk,’’ terang JPU.
Kemudian tidak melaksanakan pengawasan atau pemantauan terhadap Satuan Kerja Independen terhadap transaksi pembelian MTN yang dilakukan oleh Satuan Kerja Treasury sebagai satuan kerja operasional. Ini sebagaimana diamanatkan dalam SOP internal bank berupa Surat Keputusan Direksi PT Bank Pembangunan Daerah Jambi Nomor : 40 Tahun 2012. Sehingga bertentangan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14 /15 / PBI/ 2012 tanggal 24 Oktober 2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, Pasal 2 ayat (1) yaitu Penyediaan dana oleh Bank wajib dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati-hatian.
“Terbukti terhadap pembelian MTN I SNP tahap II tanggal 27 Desember 2017 Seri B dengan nominal Rp 50 M mengalami permasalahan. Karena pembayaran kupon sebesar 13 % yang seharusnya dibayar delapan kali, hanya dibayar tiga kali ontime. Dan tiga kali penundaan pembayaran,” paparnya.
Sedangkan sisanya dua kali tidak dibayar serta gagal bayar pada saat jatuh tempo tanggal 28 Februari 2019. Pembelian MTN III PT SNP Tahun 2017 Seri A dengan nominal Rp 48 miliar juga mengalami permasalahan. Karena pembayaran kupon sebesar 12,5% yang seharusnya dibayar tiga kali, hanya dibayar satu kali. Kemudian dua kali tidak dibayar serta gagal bayar pada saat jatuh tempo pada tanggal 30 Oktober 2018.
Selanjutnya terhadap pembelian MTN PT SNP V Tahap II tanggal 27 Februari 2018 dengan nominal Rp 100 miliar dan pembelian MTN PT SNP V Tahap II tanggal 15 Maret 2018 dengan nominal Rp 32 miliar, semuanya mengalami permasalahan. Karena pembayaran kupon sebesar 10,5% yang seharusnya dibayarkan 8 delapan kali, tidak pernah dibayar sama sekali. Dan akhirnya gagal bayar pada saat jatuh tempo pada tanggal 9 Februari 2020.
“Terdakwa dengan menggunakan pengaruh atau tekanan yang bertentangan dengan kepentingan nasabah,” tegas JPU.
JPU menilai perbuatan terdakwa telah melanggar sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 jo Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No,31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam dakwaan primer.
Selain itu perbuatan terdakwa telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No,31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Dalam dakwaan Subsider.
Selain itu terdakwa juga diancam pidana dalam Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana Dalam dakwaan Lebih-lebih Subsidair.(Sa)






































Discussion about this post