Aksara24.id – Provinsi Jambi mengalami deflasi sebesar -0,60% secara bulanan month-to-month (mtm) pada Februari 2025, lebih dalam dibandingkan deflasi nasional yang tercatat sebesar -0,48% (mtm). Penurunan harga ini terutama disebabkan oleh kebijakan insentif tarif listrik serta turunnya harga beberapa bahan pangan utama.
Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), secara tahunan year on year (yoy), Jambi juga mengalami deflasi sebesar -0,27%, lebih dalam dibandingkan tingkat deflasi nasional yang hanya mencapai -0,09%. Deflasi ini terutama dipengaruhi oleh turunnya harga sejumlah komoditas, dengan penyumbang utama adalah tarif listrik (-0,68%), daging ayam ras (-0,30%), bawang merah (-0,06%), jengkol (-0,05%), dan tomat (-0,02%).
Deflasi yang terjadi di Jambi salah satunya didorong oleh kebijakan pemerintah yang memberikan insentif berupa diskon tarif listrik sebesar 50% untuk pelanggan rumah tangga PLN dengan daya 2.200 VA ke bawah, berlaku sejak Januari hingga Februari 2025.
Kebijakan ini berkontribusi besar dalam menekan inflasi karena tarif listrik merupakan salah satu komponen utama dalam Indeks Harga Konsumen (IHK) di Jambi.
“Tarif listrik memiliki bobot 4,11% dalam IHK Provinsi Jambi, terbesar kedua setelah bensin yang berbobot 4,52%. Dengan adanya insentif dari pemerintah, pengaruhnya terhadap penurunan harga secara keseluruhan cukup signifikan,” ungkap Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi, Warsono, dalam keterangannya, Selasa (11/3).
Selain insentif listrik, turunnya harga daging ayam ras juga berkontribusi terhadap deflasi. Penurunan harga ayam ini dipengaruhi oleh penurunan biaya jagung impor yang digunakan sebagai bahan baku pakan ternak.
“Harga jagung impor yang lebih rendah membuat biaya produksi ayam lebih murah, sehingga harga daging ayam di pasaran pun ikut turun,” tambah Warsono.
Penurunan harga bawang merah, jengkol, dan tomat juga menjadi faktor pendorong deflasi. Harga bawang merah turun akibat peningkatan pasokan dari sentra produksi seperti Brebes, Nganjuk, dan Padang. Hal serupa terjadi pada jengkol yang pasokannya melimpah dari daerah penghasil seperti Kerinci, Bungo, dan Merangin. Sementara itu, harga tomat turun karena suplai yang tinggi dari daerah sentra produksi seperti Kerinci dan Curup.
Meskipun deflasi cukup dalam, beberapa komoditas justru mengalami kenaikan harga dan menahan laju deflasi yang lebih besar. Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga adalah emas perhiasan, kangkung, kentang, cabai rawit, dan ikan serai.
Kenaikan harga emas perhiasan dipicu oleh lonjakan harga emas global serta meningkatnya permintaan masyarakat menjelang perayaan Idul Fitri 1446 H.
“Masyarakat Jambi cenderung membeli emas menjelang momen besar seperti Lebaran, sehingga permintaan meningkat dan harga ikut terdorong naik,” jelas Warsono.
Sementara itu, harga kangkung dan kentang naik akibat pasokan yang terbatas karena curah hujan tinggi yang menghambat produksi di daerah sentra seperti Kabupaten Kerinci. Curah hujan tinggi menyebabkan pasokan kentang dari Kerinci berkurang, sementara permintaan tetap tinggi.
Harga ikan juga mengalami kenaikan karena berkurangnya hasil tangkapan nelayan akibat cuaca buruk di perairan Sumatera Barat. Hal serupa terjadi pada cabai rawit yang mengalami kenaikan harga akibat keterbatasan pasokan dari Jawa yang terdampak intensitas hujan tinggi, menyebabkan kualitas hasil panen menurun.
Secara lebih rinci, tingkat deflasi di berbagai wilayah Provinsi Jambi bervariasi sebagai berikut:
– Kota Jambi mengalami deflasi -0,84% (mtm) dengan tarif listrik sebagai penyumbang utama. Komoditas lain yang menyumbang deflasi adalah daging ayam ras (-0,28%), bawang merah (-0,06%), tempe (-0,02%), dan tomat (-0,02%). Sementara itu, kenaikan harga kangkung (0,06%), kue kering berminyak (0,04%), cabai merah (0,04%), bayam (0,04%), dan ikan dencis (0,03%) menahan deflasi lebih dalam.
– Kabupaten Bungo mencatat deflasi -0,42% (mtm), didorong oleh penurunan tarif listrik (-0,45%), daging ayam ras (-0,21%), bawang merah (-0,17%), jengkol (-0,10%), dan petai (-0,06%). Namun, kenaikan harga emas perhiasan (0,24%), cabai rawit (0,11%), sigaret kretek mesin (0,04%), kangkung (0,04%), dan udang basah (0,04%) menjadi faktor penahan deflasi.
– Kabupaten Kerinci justru mengalami inflasi sebesar 0,09% (mtm), dipicu oleh kenaikan harga kentang (0,14%), ikan serai (0,14%), cabai hijau (0,10%), ketupat/lontong sayur (0,10%), dan ikan tongkol (0,08%). Namun, inflasi lebih tinggi tertahan oleh penurunan harga daging ayam ras (-0,41%), tarif listrik (-0,40%), jengkol (-0,14%), beras (-0,09%), dan santan segar (-0,03%)
Menanggapi perkembangan ini, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jambi berkomitmen untuk terus mengendalikan inflasi melalui berbagai program.
“Kami akan memperkuat koordinasi dengan Satgas Pangan dan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) untuk menjaga stabilitas harga di Jambi,” kata Warsono.
Beberapa langkah yang akan dilakukan antara lain memastikan ketersediaan pasokan bahan pangan, memperlancar distribusi, serta melakukan komunikasi yang efektif kepada masyarakat terkait perkembangan inflasi.
“Dengan sinergi yang baik antara pemerintah daerah, TPID, dan masyarakat, kami optimis inflasi di Jambi akan tetap terkendali sepanjang tahun 2025,” pungkasnya. (dn)
Discussion about this post