Aksara24.id – Terkait berita viral seorang warga lempar anak ke sungai yang berlokasi di Desa Teluk Dawan, Kecamatan Muara Sabak Barat kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi beberapa waktu lalu, Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak Indonesia (TRCPPA) wilayah Jambi beserta rombongan langsung turun kelapangan untuk mengecek kebenaran yang terjadi.
TRCPPA wilayah Jambi ini turun, dimulai dengan mengunjungi kepada Ketua Lembaga Adat, Polres Tanjung Jabung Timur sampai menyambangi rumah sang anak yang menjadi korban guna konfirmasi berita yang beredar, agar dapat dilakukan langkah yang tepat.
Kronologis kejadian ini bermula saat sang anak diantar orangtuanya untuk pergi mengaji namun, sang anak malah pulang kembali kerumah dengan harapan bisa ikut sang ayah. Dikarenakan ada urusan, sang ayah tidak mengizinkan untuk sang anak ikut dan malah disuruh kembali untuk mengaji akan tetapi sang anak tetap menolak dan melempar sendal sang ayah ke sungai.
Usai dilempar sang ayahpun menyuruh sang anak untuk mengambil sendal yg telah dilempar, akan tetapi sang anak menolak dan malah berucap kasar kepada ayah. Hal tersebut menimbulkan kemarahan yg berujung kepada melempar sang anak ke sungai.
Setelah beredar vidio tersebut sang ayah merasakan dekaman dijeruji besi selama dua hari, sampai setelah itu diberikan penangguhan untuk dibebaskan dan wajib lapor dikarenakan alasan ekonomi keluarga dan pernah mengidap gangguan kejiwaan. Padahal hal tersebut haruslah mengacu kepada prosedur yang berlaku.
Korwil TRCPPA Jambi, Bayu Anugerah berpendapat mendidik anak di era sekarang haruslah dibedakan dengan mendidik anak dimasa dahulu. Karena mendidik menggunakan kekerasan terhadap anak bukanlah sebuah solusi yang solutif, malah akan menimbulkan rasa trauma dan tersimpan di dalam memori sang anak.
“Anak akan menjadi seperti apa yang ia lihat, bukan apa yang ia dengar. Jadi tindakan sang ayah akan menjadi contoh bagi anak tersebut. Dengan memukul dan melempar ke sungai, orang tuanya tidak memberi contoh cara sehat untuk mengatasi rasa amarah. Selanjutnya apabila sang orang tua mengidap gangguan kejiwaan harus dilakukan rehabilitasi, karena kalau tidak rehabilitasi kejiwaan sukar menjamin sang ayah untuk tidak melakukan hal yang sama dikemudian hari,” kata Bayu, Senin (13/9/2021).
Point kedua dikatakan Bayu hanya faktor ekonomi, seharusnya pemerintah wajib membiayai kebutuhan sang anak dan sang istri yang sedang mengandung hal ini mengacu kepada UUD 1945 Pasal 28B ayat (2): setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
“Kita lihat kembali dalam UU nomor 35 tahun 2014 perlindungan dan pemenuhan hak asasi anak menjadi tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga dan orangtua,” ungkap Bayu.
Yulia Wati yang akrab disapa Bunda Ully selaku Korda Tanjung Jabung Barat Pemerhati Anak menambahkan, melihat dari prilaku anak dan lingkungan saat berada d TKP anak sebaiknya mendapat binaan khusus sejak dini, untuk mngontrol dan merubah kbiasaan sang anak. Dikarenakan sang ayah punya riwayat gangguan jiwa sebaiknya juga di lanjutkan rehab atau pengobatan supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
“Mungkin sedikit di anggap terlalu membesarkan, namun efek kebiasaan yang mnyimpang hari ini akan dapat jadi bencana di waktu akan datang. Selanjutnya disisi lain anak harus dipantau perkembangan, karena yang menjadi kebiasaan pemberian bantuan hanya pada saat viral saja. Ketika sudah selesai, bantuan akan dikesampingkan. Pengawasan terhadap anak dan sang ayahpun harus dikontrol terus, dan ini perlu adanya pendampingan oleh pemerintah setempat,” tutup Yulia Wati.(Juan)
Discussion about this post