Oleh : Musri Nauli
Tidak dapat dipungkiri, kisah perjalanan mudik 2022 menarik untuk dituliskan. Berbagai kisah yang dialami, pengalaman nyata, perhatian Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah daerah didalam menata arus mudik, persiapan menghadapi Idul Fitri adalah kisah-kisah yang terlalu sayang untuk dilewatkan.
Kisah Bermula dari keinginan keluarga Besar yang hendak berlebaran ke Danau Toba. Salah satu tempat eksotik yang menarik perhatian Jokowi.
Berbagai kampanye Jokowi yang menempatkan Danau Toba sebagai “Bali ke II” terlalu sayang untuk dilewatkan.
Apabila kita hendak di Danau Toba dari Jambi menggunakan aplikasi Google map maka ada tiga jalur.
Pertama menyusuri Pantai Timur Sumatera yang ditandai dengan Jambi-Pekanbaru, Rantau Parapat kemudian berbelok Aek Kanopan menuju Parapat.
Kedua, Menyusuri Pantai Timur Sumatera, Jambi-Pekanbaru, namun berbelok ke kiri melewati Padang Sidempuan ke Parapat.
Jalur ketiga, melewati Trans Sumatera, Jambi-Bungo-Solok-Bukittingi-Pasaman-Padang Sidempuan dan Parapat.
Akhirnya disepakati, untuk pergi menyusuri Jambi-Riau-Rantau Parapat-Labora (Aek Kanopan) dan ke Parapat.
Secara sekilas, jarak Jambi – Parapat 990 km. Dengan waktu tempuh bisa mencapai 23 jam.
Sedikit lebih jauh dari Jakarta – Surabaya yang hanya 760 km. Dengan waktu tempuh hanya 9-10 jam.
Namun jangan membayangkan Jambi – Parapat menempuh jalan tol seperti Jakarta -Surabaya. Jambi – Parapat harus menempuh jalur maut yang “membuat” perhitungan harus matang.
Bayangkan. Jambi – Pekanbaru yang hanya 447 km harus ditempuh 11 jam. Terlepas jalan yang sudah relatif baik (cor beton), namun entah berapa kali harus melewati tengah kota, tengah pasar ataupun harus pelan-pelan karena harus melewati pasar tumpah.
Mengenai pasar tumpah mungkin masih menjadi momok menakutkan. Jalur pantura Jakarta – Tegal yang jarak tempuh 309 km harus ditempuh 7 jam lebih.
Momok Jalur Pantura yang kemudian menyebabkan, Jokowi kemudian membangun Tol Jakarta-Surabaya. Membelah tanah Jawa.
Sehingga jarak Jakarta – Surabaya 760 km dapat ditempuh hanya 7-8 jam.
Impian Membangun Jalan Tol Sumatera dari Banda Aceh hingga Bakauheni yang mencapai 2700 km harus dikubur dan bersabar lebih dahulu.
Tol yang Sudah dibangun memang Palembang-Bakauheni. Namun Jambi – Pekanbaru atau Jambi – Palembang masih dalam tahap “penetapan lokasi”. Sama sekali belum dikerjakan.
Nah. Sembari menunggu selesainya Jambi – Pekanbaru, Suasana itulah yang kami rasakan. Terlepas Jalan yang sudah relatif baik (cor beton), namun Jambi – Pekanbaru harus ditempuh 11-12 jam.
Tidak salah kemudian ketika perjalanan dimulai tengah hari (jam 11 siang), kami kemudian harus “mengaso” kejar berbuka puasa di Sebelida (Inhu). Masih 200 km (4,5 jam) lagi ke Pekanbaru.
Tidak salah kemudian, menjelang pergantian hari mesti menginap di Pekanbaru.
Pagi kemudian perjalanan diteruskan. Menuju ke Rantau Prapat. Pilihan menuju Rantau Prapat semata-mata didasarkan, akan berbelok ke kiri ke parapat.
Nah. Mengenai kata “Rantau Prapat” dan “Parapat” cukup hati. Rantau Parapat adalah Ibukota Kabupaten Labuan Batu. Sedangakan Parapat termasuk kedalam wilayah Kabupaten Simalungun.
Jaraknya cukup lumayan jauh. Sekitar 200 km dengan waktu tempuh bisa mencapai 5 jam lebih.
Semula saya berkeinginan mengejar nginap di Aek Kanopan (Labora). Namun saya kemudian mendapatkan kabar, setelah Rantau Parapat bisa langsung belok kiri tanpa harus melewati Aek kanopan (Labora).
Sehingga pilihan dari Pekanbaru ke Rantau Parapat harus menempuh 360 km (7,5 jam).
Perjalanan dari Pekanbaru ke arah wilayah Sumut dapat “Sedikit menikmati jalan tol”. Pekanbaru-Dumai. Sekitar 120 km. Lumayan dapat menghemat waktu.
Keluar dari tol Dumai, malah kemudian menyusuri jalur maut trans Timur Sumatera. Pelan-pelan hingga akhirnya dapat berbuka puasa di Bagan Batu (Rokan Ilir/Rohil).
Walaupun dari Bagan Batu (Rohil) ke Rantau Prapat hanya 100 km (diperkirakan 2,5 jam) namun tengah malam kemudian harus menginap di Rantau Prapat.
Syukurlah. Di Rantau Prapat ketemu kolega sesama teman Advokat dari Jambi yang juga hendak berliburan ke Danau Toba.
Pagi hari setelah dari Rantau Prapat, ternyata jalur ke Parapat ternyata longsor. Kamipun kemudian harus menyusuri melewati Aek Kanopan (Labora).
Jalur yang benar-benar kukuasai waktu tugas bulan November 2021 yang lalu.
Menjelang mendekati Masjid Ikonik H. Bakrie (Asahan) kamipun kemudian langsung belok kiri. Melewati jalan Desa keluar di Porsea. Porsea – Parapat hanya tinggal 40 km. Hanya 1 jam lebih.
Disanalah saya merasakan bagaimana suasana toleransi beragama yang baik. Masjid dan Gereja berjejer sepanjang jalan. Entah bersebelahan dan berhadapan. Alangkah indahnya melewati perjalanan sepanjang jalan ini.
Kadangkala saya cukup malu. Pendirian rumah Ibadah yang sering menimbulkan polemik.
Ah..Anganpun melayang.
Setelah dirasakan cukup istirahat sebentar, kamipun mencari bukoan di Porsea. Dan dirasakan makanan cukup terhidang, sembari menunggu bedug, perjalanan kemudian diteruskan ke Parapat.
Menjelang Buka Puasa, akhirnya didapatkan Hotel yang langsung berhadapan dengan Danau Toba.
Kamipun istirahat. Menikmati keindahaan Danau Toba sembari menunggu berbuka puasa.
Penulis adalaha Advoakat yang tinggal di Jambi
Discussion about this post