Aksara24.id – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengajak aparat penegak hukum (APH) menyatukan visi yaitu menegakan hukum demi terwujudnya keadilan bagi masyarakat.
Ajakan ini mengemukan saat Ghufron menghadiri Rapat Kordinasi APH Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Wilayah Papua Barat di Kantor Polda Papua Barat, Manokwari, Papua Barat bebrapa waktu lalu.
“Yang paling penting dari Rakornas dan supervisi ini adalah menyatukan visi yang sama, yaitu menegakkan hukum. Kepolisian dan Kejaksaan bersama KPK sebagai penegak hukum bersama-sama BPK dan BPKP sebagai audit auditor, jika bersatu akan mewujudkan keadilan yang diimpikan Indonesia,” ujar Ghufron dikutip pada laman resmi kpk.go.id.
Rapat Kordinasi Pemberantsan Tindak Pidana Korupsi di Wilayah Papua Barat bagi APH dibuka oleh Kapolda Papua Barat Tornagogo Sihombing dan dihadiri oleh Kajati Papua Barat Juniman Hutagaol, Perwakilan BPK Papua Barat Muhammad Abidin, Perwakilan BPKP Papua Barat Sjachroel Hidayat Siregar dan seluruh jajaran APH se Papua Barat secara offline dan online.
Dalam Rakornas itu mencuat berbagai kendala yang dihadapi para APH dalam menangani perkara korupsi di Papua Barat. Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Ongki Isgunawan menyebut berbagai kendala pemberantasan kasus korupsi diantaranya adalah audit investigasi dari perhitungan kerugian keuangan negara yang masih membutuhkan waktu lama.
“Ini dikarenakan banyaknya kasus yang masuk dan keterbatasan personil. Selain itu masih banyak multi tafsir dari hakim terkait dengan ahli untuk audit perhitungan, seperti tafsir siapa yang berhak melakukan audit apakah dari BPK atau dari BPKP,” papar Ongki.
Dia melanjutkan terdapat juga kendala saat penyidik melakukan lidik, yang bersangkutan langsung mengembalikan kerugian tersebut.
“Kendala lainnya ada juga tersangka yang memiliki power yang memengaruhi proses pemeriksaan, ada dengan hubungan kekerabatan, tersangka dan saksi merupakan rekan atau sesama pejabat dan masyarakat yang masih apatis serta perangkat hukum yang saling tumpang tindih dan tidak saling melengkapi dalam upaya penanganan kasus korupsi,” tambah Ongki.
Menanggapi hal ini, Ghufron mengingatkan kembali yang hal pertama dan utama yang harus diupayakan jika terdapat perspektif atau pendapat hukum yang berbeda-beda adalah norma dan penegakannya.
“Baik antar kapolres, kajati, KPK, BPK, BPKP bahkan hakimnya, kalau dalam menegakkan hukum kemudian hukumnya tidak sama, maka hasilnya tidak sama. Itu perlu disinkronisasi dan dikoordinasikan. Yang seperti ini akan kami serap untuk jadi bahan kami. Ini bagian dari upaya KPK dalam menelusuri masalah supaya koordinasi berjalan,” jelas Ghufron.
Dia mengajak para penegak hukum, antara kapolda dan kajati, BPK dan BPKP serta inspektorat untuk duduk bersama menyatakan visi dan tujuan yang sama.
“Fungsi koordinasi adalah fungsi menyamakan ini, supaya apa pun karakter dan perbedaan budaya tiap daerah, asal penegak hukumnya memaknai dan kemudian menggunakan jalur yang sama dalam mendekati penyelesaian kasusnya,” papar Ghufron.
Sebelum menutup Rakornas, Ghufron menekankan 3 hal yang perlu diperhatikan. Pertama menyatukan visi bahwa menegakkan hukum, memberikan dan mengantarkan masyarakat pada keadilan harus menjadi visi bersama APH. Kesamaan visi antar APH menumbuhkan pemahaman arah dan tujuan yang sama sehingga koordinasi yang terjalin lebih solid.
“Kedua adalah menghormati, memahami dan menjalankan struktur yang ada. Seperti Polri yang memiliki UU Polri, Kejaksaan yang memiliki UU Kejaksaan, KPK yang terikat dengan UU KPK. Kalau visi dan mimpinya satu, strukturnya kita pahami tugas dan wewenang masing-masing, maka yang ketiga baru berbagi kelebihan dan menyelesaikan masalah bersama. Forum ini adalah forum untuk itu,” pungkas Ghufron. (Hn)
(Sumber:kpk.go.id)
Discussion about this post