Oleh: Taschiyatul Hikmiyah
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan suatu organisasi yang memiliki tujuan agar “Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya serta komitmen dalam memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.”
Hal ini senada dengan mukaddimah anggaran dasar PMII alenia keempat.
Sementara itu, disrupsi teknologi memiliki dampak yang dapat mengakibatkan lunturnya nilai dan norma dalam masyarakat. Hal ini dapat ditandai dengan fenomena hilangnya rasa percaya (trust) antara satu sama lain, meningkatnya prosentase kriminalitas, rendahnya tingkat relasi atau ikatan keluarga, serta dapat memicu problem yang lebih kompleks lainnya.
Korelasi antara tujuan PMII dalam membentuk kader yang berkualitas dengan dampak yang terjadi akibat disrupsi teknologi dapat diselaraskan. Sehingga segala sesuatu yang hanya menjadi “keharusan” kini dapat sesuai dengan “kenyataan” yang terjadi di lapangan.
Kader PMII sebagai Aktor Penyelaras Disrupsi Teknologi
Disrupsi teknologi dapat diartikan sebagai perubahan sistem teknologi digital secara fundamental, yang mana teknologi digital mampu mengubah dan menggantikan peran manusia dalam berprofesi.
Apalagi saat ini, sistem kerja pada komputer mampu berpikir layaknya manusia, sehingga dapat memberikan layanan secara cepat dan praktis.
Perusahaan serta instansi lainnya saat ini sedang membutuhkan seseorang yang memiliki inovasi, dan fleksibel dalam menghadapi problem maupun perkembangan zaman.
Manusia secara individu dituntut agar mampu belajar dan beradaptasi dengan tepat pada perkembangan teknologi era digital 4.0. Seiring dengan disrupsi teknologi yang sedemikian pesat, Oleh karena itu diperlukan karakteristik yang bersinergi agar dapat menunjang sumber daya manusia.
Produk hukum PMII sudah diatur melalui Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) serta Peraturan Organisasi (PO) yang disahkan melalui Konferensi Pengurus Besar PMII (PB PMII) dan seterusnya yang mana keseluruhan dijadikan sebagai hukum organisasi PMII di seluruh Nusantara.
Namun aturan tersebut hanya berlaku secara umum dan masih perlu dikaji lebih tepat sesuai dengan latar belakang budaya di masing-masing satuan organisasi PMII, tidak heran jika kader PMII selalu memiliki paradigma- paradigma yang beragam dalam menyikapi segala sesuatu. Hal demikian menjadi salah satu bentuk bahwa organisasi PMII memiliki kredibilitas.
Nilai luhur PMII yang tertuang dalam Nilai Dasar Pergerakan (NDP) bersifat teleologis dan universal. Nilai tersebut senantiasa relevan digunakan oleh kader PMII sebagai landasan berfikir, bersikap dan bertindak.
NDP PMII memiliki esensi yakni nilai Ketauhidan, pola hubungan dengan Tuhan (Habluminallah) dan hubungan antar sesama manusia (Habluminannas) serta hubungan dengan semesta alam lainnya (Habluminal Alam).
Hal ini merupakan kaidah pokok dalam Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang diamalkan oleh PMII.
Dampak dari revolusi 4.0 sudah dapat dirasakan dari berbagai aspek, salah satunya dirasakan pada proses pengkaderan anggota PMII. Namun demikian, tatkala PMII masih konsisten dengan jati dirinya, menjadikan sublimasi keislaman dan keindonesiaan sebagai distingsi dari organisasi lainnya, maka PMII masih memiliki basis konstituen yang sustainable.
Optimalisasi peran kader PMII sebagai penyelaras disrupsi teknologi ini ialah dengan menetralisir nilai-nilai negatif yang menjadi dampak dari disrupsi dan dimulai dari jangkauan paling dekat, bersumber dari gadget yang selalu berada dalam genggaman masing-masing individu.
Sebagai kader PMII seyogyanya dapat mengimplementasikan NDP serta 3 slogan yakni Tri Motto, Tri Komitmen, dan Tri Khidmat. Yang mana spesifikasinya menuntun kader PMII menjadi pribadi yang segala bentuk tindakannya menjadi amal yang baik, selalu memprioritaskan kejujuran dan keberanian, serta selalu adil dalam segala hal, kepada siapapun dan dimanapun. Kemudian menjadi kader yang bertaqwa kepada Allah SWT, memiliki integritas dan karakter yang berintelektual, serta bersikap profesional dalam menyikapi beragam isu.
PMII tidak kekurangan aktivis-aktivis hebat, PMII memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Akan tetapi, PMII jauh lebih membutuhkan orang yang berani, berani karena benar dan berani mengakui kesalahannya. Karena dengan keberanian semua nilai-nilai PMII, baik NDP sekaligus 3 slogan dapat di implementasikan dengan baik.
Akhir Kata, melansir dari laman pmiisurabaya.or.id, Ainul Makin Aminullah selaku tim kaderisasi PKC PMII Jawa Timur, mengungkapkan bahwa era disrupsi ini bukan lagi ancaman, melainkan suatu perubahan atau shifting, dimana segala sesuatu mengalami perampingan.
Jika dalam konteks kaderisasi diperlukan adanya peningkatan inovasi kaderisasi, kreativitas, dan pemberdayaan daripada persaingan.
Semoga era disrupsi ini tidak hanya membawa kekhawatiran di ruang publik, namun juga menjadi titik pacu semangat bagi kader-kader PMII untuk mengoptimalkan inovasi dan kreativitasnya.
Segala sesuatu yang terjadi dalam roda kehidupan pasti memiliki ibrah termasuk revolusi 4.0 ini, ketika kita dapat memanfaatkan dengan baik maka pengaruh yang bernilai negatif akan dengan mudah dapat dinetralisir sehingga memiliki nilai yang positif.
“Sekali bendera dikibarkan, hentikan ratapan dan tangisan. Mundur satu langkah adalah sebuah bentuk penghianatan.”
Penulis adalah Mahasiswi S1 Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Ampel Surabaya
Discussion about this post