Oleh : Musri Nauli
Ketika mendapatkan tugas untuk memfasilitasi Pertemuan Tim Restorasi Gambut Kabupaten Pulang Pisau (TRG Kab Pulang Pisau), seketika saya kemudian teringat model pengelolaan gambut oleh masyarakat Dayak.
Sebelumnya disebutkan nama kabupaten sebagai Pulang Pisau menarik perhatian. Sempat terpikir dan salah menyebutkan nama dengan Pulau Pisang. Sedikit mengganggu Namun justru itulah keunikan.
Menurut cerita ditengah masyarakat, disebutkan sebagai Pulang Pisau berasal dari kata Pisau. Nah, gagang Pisau biasa dikenal sebagai pulang. Sehingga kata Pulang Pisau dapat diartikan sebagai gagang dari pisau.
Menurut data dari berbagai sumber disebutkan, di Kalimantan Tengah terdapat empat suku besar. Seperti suku Dayak yaitu suku Dayak Ngaju, Dayak Ma’anyan, Dayak Lawangan dan Dayak Dusun. Sisanya, ada banyak suku-suku kecil.
Menurut masyarakat Kalimantan Tengah, areal gambut dikenal dengan nama seperti Pakung Pahewa, Tanah petak dan Petak Sahep. Didalam pembicaraan sering ditandai dengan ujung mandau.
Mandau kemudian ditancapkan kedalam tanah kemudian ditarik. Apabila diujung mandau sama sekali tidak terdapat tanah, maka areal itu kemudian tidak boleh digarap. Begitu pula sebaliknya. Apabila kemudian mandau kemudian ditancapkan kemudian terdapat tanah, maka areal itu dapat dikelola untuk pertanian.
Di Jambi biasa dikenal dengan Lopak, soak, payo, payo dalam atau bento. Yang biasanya ditandai dengan Seloko seperti “akar bekait, pakis dan Jelutung”. Ada juga yang menyebutkan “kait-kait, pakis dan Jelutung”. Dan “duo-tigo mato cangkul”.
Di Sumsel dikenal Lebak lebung. Di Riau dikenal Rawang. Ada juga yang menyebutkan sebagai Rawan hidup. Dan di Kalimantan Barat dikenal sebagai Tanah Ireng. Atau tanah hitam.
Yang menarik adalah makna yang terkandung dari kata handep. Kata handep dapat diartikan gotong royong. Sehingga kata handep menunjukkan makna filosofi hidup dari nilai-nilai handep seperti nilai kesetaraan, persaudaraan, kekerabatan dan toleransi.
Lebih jauh diterangkan, makna handep menampakkan kekhasan ataupun ciri dari masyarakat komunal. Nilai yang Masih eksis dan dijadikan nilai yang mengikat didalam kehidupan sehari-hari.
Berbagai sumber kemudian menyebutkan nilai handep dapat diartikan sebagai nilai saling membantu didalam kekerabatan maupun kehidupan sehari-hari. Baik didalam mengerjakan ladang, panen, membangun rumah (huma), pasah (pondok), ikut membantu biaya tiwah, pesta pernikahan dan sebagainnya.
Selain hal tersebut wujud solidaritas keluarga terlihat pula dalam menjaga nama baik keluarga yang mendapat malu dan dihina orang lain.( Lihat, Wahidin Usop, Hubungan Kekerabatan Pada Masyarakat Dayak Kalimantan Tengah. Himmah Jurnal Ilmiah Agama dan Kemasyarakatan Vol. 2 No. 23, Januari 2001.
Sehingga hubungan yang dibangun dari nilai handep kemudian mengikat dan menjadikan sebagai Keluarga besar dalam kegiatan besar seperti upacara tiwah (penyucian roh), kematian dan perkawinan keluarga besar, terutama keluarga yang paling dekat lebih berperang penting bahu membahu mensukseskan acara tersebut (Riban Satia, Pukung Pahewan, Diva Pres, Yogyakarta, 2018).
Pulang Pisau merupakan kabupaten di Kalimantan Tengah yang mempunyai kawasan gambut luas dan dalam. Wilayah gambut rentan terhadap kebakaran hutan dan lahan, terutama saat kemarau. Empat desa yang berada di zona rawan kebakaran lahan gambut, yaitu Kantan Atas, Talio Muara, Talio Hulu, dan Bahaur Basantan, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, selalu siaga menghadapi bencana tersebut (Mongabay)
Sumber lain juga menyebutkan Kabupaten Pulang Pisau, memiliki luasan lahan dengan struktur tanah bergambut. Luasan tanah bergambut mencapai 59,40 persen dari luas wilayah 8.997 kilometer. Berdasarkan hasil kajian BNPB pada tahun 2019, terdapat sekitar 161.400,69 ha wilayah Kabupaten Pulang Pisau beresiko tinggi terhadap Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla).
Pada 2019, berdasarkan data BPBD, luasan kebakaran di Kabupaten Pulang Pisau mencapai 708.101 ha. Ini terjadi di delapan kecamatan, yaitu Pandih Batu [53.600 ha], Kahayan Kuala [115.500 ha], Kahayan Tengah [58.300 ha], Maliku [41.300 ha], Jabiren Raya [122.300], Sebangau Kuala [235.000 ha], Banama Tingan [3.801 ha], dan Kahayan Hilir [78.300 ha]. Sementara luasan kebakaran hutan dan lahan di Kalteng pada 2019, menurut data Sipongi adalah 317.749.00 ha, dari luas 2.743.163 ha [data BRG 2019] luasan lahan gambut.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.SK.423/Kpts-II/2004 tanggal 19 Oktober tahun 2004, Sebangau kemudian ditetapkan sebagai Taman Nasional Sebangau dengan luas 568.700 Ha. Secara administrative kawasan TN.Sebangau terletak di 3 (tiga) wilayah Kabupaten/Kota, yaitu Kota Palangka Raya, Kabupaten Katingan, dan Kabupaten Pulang Pisau Propinsi Kalimantan Tengah
KHG Sungai Kahayan – Sungai Sebangau terletak di dua Kabupaten/Kotamadya. Kabupaten Pulang pisau dan Kotamadya Palangkaraya. Terdiri dari 6 Kecamatan dan 67 Desa. Luas KHG 451.507,24 ha. Dengan luas gambut 277.980,12 ha. Dengan fungsi budidaya 188.580,7 ha dan fungsi lindung seluas 262.926,55 ha.
Di KHG Sungai Kahayan – Sungai Sebangau terdapat titik panas (hotspot). Tahun 2010 (11 titik), Namun melonjak tinggi 497 titik. Selalu tinggi tahun 2013 (157), 2014 (508), tahun 2015 (499 titik), dan kemudian menjulang tinggi tahun 2018 (1.087) dan tahun 2019 (3.176).
Dengan luas terbakar 158.679 ha (tahun 2015) kemudian tetap tinggi 18 ribu (tahun 2018) dan 73 ribu (tahun 2019).
Sehingga tidak salah kemudian BRGM menetapkan KHG Sungai Kahayan – Sungai Sebangau sebagai Penetapan Lokasi Pilot Model Restorasi ekosistem Gambut Sistematis dan Terpadu.
Perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Pulang Pisau cukup responsif. Inisiatif dan dukungan dari pemerintah Kabupaten kemudian mengusulkan Tim Restorasi gambut daerah tingkat Kabupaten (TRGD). Selain adanya TRGD tingkat Provinsi. Sehingga hanya Kabupaten Pulang Pisau yang mempunyai inisiatif untuk menetapkan TRGD. Sebuah Inisiatif yang luar biasa.
Namun yang menarik adalah ketika saya diminta untuk menjadi petugas untuk memfasilitasi Pertemuan Tim Restorasi Gambut Kabupaten Pulang Pisau (TRG Kab Pulang Pisau).
Melihat Inisiatif dari Pemerintah Pulang Pisau kemudian membuat tugas dan peran saya hanyalah sekedar “kepak rambai hulubalang”. Menjemput yang tinggal dan mengangkat yang berat.
Posisi yang kadangkala juga diserukan “menghimbau yang jauh. Memanggil yang dekat”. Petugas yang memfasilitasi agar Pemerintah Pulang Pisau dapat merumuskannya didalam TRGD.
Makna “kepak rambai hulubalang”. Menjemput yang tinggal dan mengangkat yang berat” atau ““menghimbau yang jauh. Memanggil yang dekat”” Lebih tepat dipadankan dengan Seksi Perlengkapan. Atau Seksi sibuk. Atau sering juga seksi umum.
Bertugas untuk melaksanakan berbagai kebutuhan maupun peralatan yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan baik.
Sehingga “kepak” dari hulubalang” yang bertugas hulubalang dapat menyukseskan hajatan besar yang menjadi agenda tugas pokok dan tanggungjawab dari hulubalang.
Penulis adalah Advokat tinggal di Jambi
Discussion about this post