Aksara24 – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7 Tahun 2024 (POJK 7/2024) tentang Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPR Syariah). Peraturan ini bertujuan mempercepat penguatan kelembagaan industri BPR dan BPR Syariah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
POJK 7/2024 dirancang untuk mendorong BPR dan BPR Syariah agar terus tumbuh dan berkembang menjadi lembaga keuangan yang berintegritas, adaptif, dan berdaya saing. Diharapkan, lembaga-lembaga ini dapat berkontribusi dalam menyediakan layanan keuangan kepada masyarakat, terutama bagi pelaku usaha mikro dan kecil di wilayahnya.
“Ketentuan ini penting karena akan mengubah lanskap industri BPR dan BPR Syariah dalam menghadapi tantangan dan persaingan di masa mendatang. Penerbitan Peraturan OJK ini serta upaya penguatan yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap BPR atau BPR Syariah,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae.
Menurut Dian, POJK ini merupakan upaya OJK untuk terus meningkatkan pengawasan secara optimal. Berdasarkan hasil pengawasan, OJK menemukan beberapa kelemahan struktural, termasuk kasus fraud, yang mengharuskan penutupan beberapa BPR atau BPR Syariah demi penyehatan sistem perbankan dan perlindungan konsumen.
POJK 7/2024, yang berlaku sejak diundangkan pada 30 April 2024, mengatur berbagai aspek kelembagaan BPR atau BPR Syariah, mulai dari pendirian, kepemilikan, kepengurusan, jaringan kantor, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, hingga pencabutan izin usaha atas permintaan pemegang saham.
Beberapa kebijakan strategis yang diatur dalam POJK ini antara lain:
1. Kesempatan bagi BPR dan BPR Syariah untuk memperluas akses permodalan melalui penawaran umum efek di pasar modal.
2. Kebijakan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, termasuk kewajiban konsolidasi bagi BPR dan BPR Syariah yang berada dalam kepemilikan Pemegang Saham Pengendali yang sama, untuk memperkuat permodalan, memastikan kecukupan infrastruktur teknologi informasi, serta memperkuat manajemen risiko dan tata kelola.
3. Semangat efisiensi lembaga jasa keuangan yang memungkinkan Lembaga Keuangan Mikro untuk melakukan penggabungan dengan BPR atau BPR Syariah.
4. Penyempurnaan aspek kelembagaan lain seperti jaringan kantor untuk mengakomodir arah pengembangan dan penguatan BPR dan BPR Syariah.
Kewajiban konsolidasi bagi BPR atau BPR Syariah grup harus diselesaikan paling lambat dua tahun sejak POJK ini berlaku bagi BPR atau BPR Syariah non-pemerintah daerah, dan paling lambat tiga tahun sejak POJK ini berlaku bagi BPR atau BPR Syariah milik pemerintah daerah.
Dian Ediana Rae berharap POJK ini dapat meningkatkan level of playing field BPR dan BPR Syariah serta memperkuat kapasitas permodalan industri BPR dan BPR Syariah. OJK meyakini bahwa kebijakan konsolidasi BPR dan BPR Syariah dapat menjadikan industri lebih efisien dan semakin berkontribusi bagi perekonomian dan masyarakat. (GS)
Discussion about this post