Aksara24 – Sejumlah wartawan di Kota Medan melaporkan Haposan dari PT Jui Shin Indonesia ke Polda Sumatera Utara. Laporan tersebut disampaikan atas dugaan menghambat tugas jurnalistik para wartawan, yang diduga diteror dan direndahkan martabat serta profesinya. Jumat (26/7/24) lalu.
Laporan pengaduan yang tertuang dalam beberapa nomor LP tersebut ditandatangani oleh Kepala SPKT Polda Sumut, AKBP Gultom Rosmaida Feriana. Dalam laporan itu disebutkan bahwa para wartawan merasa dihalangi dalam menjalankan tugas jurnalistik mereka. Beberapa wartawan lainnya juga menunggu di luar gedung SPKT Polda Sumut, menanti proses laporan selesai.
Menurut informasi yang diperoleh, para wartawan yang merasa terancam jiwa dan keselamatan keluarganya atas dugaan intimidasi, berharap agar kasus ini mendapat perhatian khusus dari Kapolda Sumut, Kapolri, Kejati Sumut, Jaksa Agung, dan Ketua Dewan Pers. Mereka meminta agar laporan terhadap terlapor segera diproses sebagai bukti nyata dari komitmen negara untuk menjamin kemerdekaan pers.
Di tempat terpisah, saat dikonfirmasi sejumlah wartawan, Haposan mengaku belum mengetahui bahwa dirinya dilaporkan. Baru-baru ini, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menegaskan bahwa kekerasan terhadap jurnalis tidak boleh dibiarkan karena berpotensi akan berulang.
“Saya belum tahu itu (dilaporkan), saya belum dengar,” ujarnya.
“Saya kira kita harus mendukung kerja-kerja aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti kasus kekerasan yang dialami wartawan, siapa pun pelakunya. Karena, kalau ini dibiarkan, ini akan berpotensi akan ada kekerasan yang berulang,” kata Ninik dalam acara diskusi di kantor Kejagung RI.
Ninik juga mengimbau kepada para wartawan untuk bekerja secara profesional dan beretika.
“Teman-teman wartawan dalam mencari berita, tolong dihormati bahwa mereka sedang bekerja. Jangan dirusak alat kerjanya, jangan dihambat, jangan dihalang-halangi,” jelasnya.
Sementara itu, wartawan senior RjP mengingatkan pentingnya melindungi kerja-kerja pers di lapangan.
“Pers salah satu pilar demokrasi. Jangan untuk menghentikan kerja-kerja Pers di lapangan, mencari, mengumpulkan, menyimpan, mengolah informasi, lalu diterbitkan di media, lalu tangan-tangan yang seharusnya melindungi Pers itu malah tak sadar digunakan untuk menghantam bungkam si bertugas,” kata RjP.
Kasus ini muncul setelah PT Jui Shin Indonesia dan PT Bina Usaha Mineral Indonesia (BUMI) dilaporkan oleh Sunani, terkait dugaan pencurian material tambang dan perusakan lahan di Desa Gambus Laut, Kabupaten Batubara-Sumut. Direktur Utama PT Jui Shin Indonesia, Chang Jui Fang, telah berstatus jemput paksa oleh Ditreskrmum Polda Sumut karena selalu mangkir dari panggilan penyidik.
Dalam perkembangan terbaru, Kementerian ESDM RI memastikan bahwa aktivitas pertambangan di Desa Gambus Laut dilakukan di luar wilayah izin pertambangan. Koordinator Inspektur Tambang Provinsi Sumut, Suroyo, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengeluarkan surat teguran terkait pelanggaran tersebut, dan nantinya sanksi akan diberikan oleh Gubernur Sumut.
Pengacara Dr. Darmawan Yusuf menegaskan bahwa perusahaan tidak bisa hanya membebankan tanggung jawab kepada karyawannya.
“Dalam konteks korporasi, ada doktrin Vicarious Liability. Apabila seseorang agen atau pekerja korporasi bertindak dalam lingkup pekerjaannya dan dengan maksud untuk menguntungkan korporasi, maka tanggung jawab pidananya dapat dibebankan kepada perusahaan,” jelasnya.
Para wartawan berharap agar kasus ini dapat segera diproses hukum dengan adil dan transparan, sehingga memberikan efek jera kepada pihak-pihak yang mencoba menghalang-halangi tugas jurnalistik. (Smjk)
Discussion about this post