Aksara24.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hari ini merilis Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) Triwulan I-2024, yang menyajikan analisis mendalam tentang kondisi perekonomian global dan domestik serta dampaknya terhadap sektor perbankan.
Laporan ini juga mencakup perkembangan kebijakan perbankan, kelembagaan, dan koordinasi antar lembaga terkait. Laporan OJK menunjukkan bahwa perekonomian global pada triwulan pertama tahun 2024 masih diliputi oleh ketidakpastian tinggi.
Berdasarkan World Economic Outlook April 2024 dari IMF, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan tetap stabil pada 3,2 persen yoy, tidak berubah dari tahun sebelumnya. Ketidakpastian ini dipengaruhi oleh kebijakan suku bunga tinggi dari bank sentral dan ketegangan geopolitik yang berpotensi mempengaruhi harga komoditas dan inflasi.
Di sisi domestik, perekonomian Indonesia menunjukkan performa positif dengan pertumbuhan sebesar 5,11 persen yoy pada triwulan I-2024, meningkat dari 5,04 persen pada triwulan IV-2023. Pertumbuhan ini didorong oleh konsumsi domestik yang kuat, investasi yang berkelanjutan, serta peningkatan belanja pemerintah, termasuk proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Pertumbuhan ekonomi yang kuat ini mencerminkan ketahanan ekonomi domestik di tengah ketidakpastian global,” ujar Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK.
Laporan Surveillance Perbankan Indonesia LSPI mencatat pertumbuhan kredit bank umum sebesar 12,40 persen yoy, meningkat dari 9,93 persen pada periode yang sama tahun lalu. Peningkatan ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang solid. Dana Pihak Ketiga (DPK) juga meningkat sebesar 7,44 persen yoy, mendukung likuiditas perbankan yang stabil.
Likuiditas bank umum tetap terjaga dengan baik, tercermin dari rasio Aktiva Likuid terhadap Non-Central Bank Deposits (AL/NCD) sebesar 121,05 persen dan rasio Aktiva Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 27,18 persen.
Meskipun Capital Adequacy Ratio (CAR) menurun menjadi 25,96 persen dari 27,09 persen tahun sebelumnya, permodalan bank tetap solid. Rasio Non-Performing Loan (NPL) juga menunjukkan perbaikan, dengan NPL gross menurun menjadi 2,25 persen, sementara NPL net sedikit meningkat menjadi 0,77 persen.
“Peningkatan kualitas aset dan manajemen risiko yang lebih baik menjadi kunci dalam menjaga kesehatan sektor perbankan,” tambah Rae.
Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) juga menunjukkan hasil yang positif, meski pertumbuhan kredit melambat, Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat.
OJK juga telah menerbitkan tiga peraturan baru yang mencakup pengembangan kualitas aset untuk Bank Perkreditan Rakyat, penerapan tata kelola syariah bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, serta penetapan status pengawasan untuk penanganan masalah bank.
Selain itu, OJK berkoordinasi dengan pemerintah dan lembaga terkait dalam menjaga stabilitas sistem keuangan serta melaksanakan Financial Sector Assessment Program (FSAP) Review Indonesia 2023/2024 bersama IMF dan World Bank.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menekankan pentingnya pengawasan perbankan yang ketat dan kehati-hatian dalam pengelolaan risiko untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
“Kami terus memantau volatilitas ekonomi global dan dampaknya terhadap ekonomi domestik serta sektor perbankan. Pengawasan yang intensif dan kehati-hatian adalah kunci untuk memastikan pertumbuhan yang sehat di sektor perbankan,” tegas Rae. (OJK)
Discussion about this post