Mukomuko, Aksara24.id – Maraknya perambahan dan pengalihfungsian kawasan hutan di Kabupaten Mukomuko kembali menjadi sorotan setelah bencana besar melanda tiga provinsi di Sumatera beberapa waktu lalu. Bencana tersebut menewaskan sedikitnya 744 orang, sementara 551 orang lainnya masih dalam pencarian.
Di lokasi bencana, ditemukan banyak material kayu mengapung terbawa arus banjir bandang. Temuan itu memunculkan dugaan bahwa rusaknya tutupan hutan turut memperparah dampak bencana.
Kondisi tersebut memicu kekhawatiran masyarakat Mukomuko. Warga menilai praktik perambahan hutan di daerah mereka berpotensi menimbulkan bencana serupa jika tidak segera ditangani.
Data Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Terbatas (KPHP) Mukomuko mencatat, perambahan terjadi di tiga wilayah HPT, yakni Air Ipuh I, Air Ipuh II, dan Air Manjuto, dengan total luas mencapai sekitar 37.000 hektare. Luasan tersebut disebut telah berkurang signifikan akibat alih fungsi lahan.
Perambahan tidak hanya dilakukan secara perorangan, tetapi juga melibatkan perusahaan. Salah satunya PT BAT, yang memiliki izin pemanfaatan di sejumlah kawasan HPT, yakni HPT Air Rami, HPT Air Ipuh I, HPT Air Ipuh II, dan Hutan Produksi Air Teramang, dengan total luas izin mencapai 22.020 hektare. Selain itu, PT Anugrah Pratama Inspirasi (API) tercatat memiliki izin pemanfaatan di Hutan Produksi Air Rami seluas 23.564,26 hektare.
Sementara itu, dugaan pengalihfungsian hutan oleh PT Agro Muko terpusat di wilayah Sei Betung, Kecamatan Penarik. Kepala Desa Sidomulyo, Muksinun, mengatakan pengalihfungsian Hutan Produksi Konversi (HPK) di wilayah tersebut telah berlangsung sejak lama.
“Kalau itu diusut, kami sangat siap mendukung. Harapan kami HPK tersebut bisa dikembalikan ke masyarakat untuk pengembangan wilayah desa,” ujar Muksinun.
Ia mengaku belum mengetahui secara pasti luas HPK yang telah dialihfungsikan, namun berdasarkan informasi yang berkembang, luasan tersebut diduga mencapai ribuan hektare.
Sorotan juga datang dari aktivis lingkungan di Mukomuko. Saprin, salah seorang aktivis, meminta Satgas Penegakan Hukum Kehutanan (Satgas PKH) bertindak lebih tegas dengan tidak hanya melakukan penertiban, tetapi juga menindak pelaku utama.
“Penertiban saja tidak cukup. Pelaku harus ditindak tegas agar ada efek jera dan perambahan tidak terus berulang,” kata Saprin.
Ia menilai, jika kerusakan hutan terus berlanjut, risiko banjir, longsor, dan bencana lingkungan di Mukomuko akan semakin meningkat. Masyarakat berharap pemerintah bertindak cepat dan terkoordinasi untuk menghentikan perambahan serta memulihkan kawasan hutan yang telah rusak. (HD)






































Discussion about this post