Aksara24.id – Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) meminta semua pihak menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review atau uji materi Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 atau UU Pers.
Hal ini disampaikan, menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan perkara Nomor 38/PUU-XX/2022 yang menolak permohonan uji materiil Pasal 15 ayat (2) huruf f UU dan Pasal 15 ayat (5) Undang-undang Nomor 40/1999 tentang Pers terhadap UUD 1945.
Ketua Bidang Organisasi Pengurus Pusat JMSI Dino Umahuk menyatakan, selaku konstituen Dewan Pers, JMSI berada di garda terdepan dalam mendukung penuh tugas, fungsi dan kewenangan Dewan Pers sesuai UU No 40 tentang Pers.
Menurut Umahuk, keputusan MK atas gugatan UU Pers harus dilaksanakan oleh semua pihak. Pasalnya, putusan MK bersifat final dan mengikat,” ujarnya, Kamis (22/09/2022).
Dino menjelaskan, proses pembuatan UU 40/99 memang merupakan upaya membuka keran kemerdekaan pers. “Bahwa kemerdekaan pers ini milik masyarakat. Pers harus menjalankan amanah itu,” kata dia.
Lebih jauh Dino Umahuk menjelaskan, putusan MK memberi makna bahwa produk Dewan Pers (sejak periode pertama awal Reformasi sampai sekarang), tidak melawan hukum. Termasuk produk Dewan Pers dalam bentuk menerbitkan peraturan-peraturan di bidang pers.
Jurnalis senior asal Maluku ini pun menjelaskan, Peraturan Dewan Pers yang paling banyak disorot adalah mengenai uji kompetensi wartawan (UKW) dan verifikasi media. Namun dengan adanya putusan MK tersebut, maka dua peratuan tersebut, yakni UKW dan verifikasi media sudah jelas tidak bertentangan dengan hukum.
Terkait Peraturan Dewan Pers tentang standar kompetensi wartawan dan verifikasi media kata dia, justru untuk melindungi kemerdekaan pers, meningkatkan kualitas wartawan dan menjaga harkat martabat pers.
“Uji kompetensi wartawan dan verifikasi media adalah wujud upaya Dewan Pers meningkatkan kualitas kehidupan pers nasional. Anda bayangkan bagaimana kalau orang-orang yang belum berkompeten (tidak bisa menulis), tiba-tiba muncul menjadi wartawan. Bagaimana hasil karya wartawan yang tidak memahami kode etik,” papar Umahuk.
“Maka ada istilah, hantam kromo. Bertebaranlah berita-berita tanpa konfirmasi, tanpa check and recheck. Pemberitaan yang menghakimi. Serta pelanggaran-pelanggaran kode etik lainnya yang saat ini marak terjadi, imbuhnya.
JMSI kata dia, mendukung penuh Uji Kompetensi Wartawan yang dilaksanakan oleh Dewan Pers dan melarang keras anggota JMSI mengikutkan wartawannya pada UKW di luar yang diselenggarakan oleh Dewan Pers.
Meski mendukung, JMSI juga meminta Dewan Pers agar melakukan verifikasi ulang terhadap lembaga-lembaga uji pelaksana UKW yang berafiliasi dengan Dewan Pers, hal ini lantaran ada dari 30 lembaga uji pelaksana, hanya sekitar 22 lembaga yang aktif itu pun tidak semuanya dengan kualitas yang sama baik.
“Kita minta agar Dewan Pers mendata dan melakukan verifikasi ulang terhadap 30 lembaga pelaksana UKW yang sudah ada, karena di lapangan banyak pemegang kartu UKW utama tapi tidak bias menulis berita, sementara ada wartawan yang jago bikin berita tidak punya kartu UKW. Bahkan ada wartawan yang sudah puluhan tahun tidak punya kartu UKW karena tidak memiliki akses baik secara individu maupun organisasi untuk mengikuti UKW,” pungkasnya. (JMSI)
Discussion about this post