Mukomuko, Aksara24.id – Masyarakat petani di Kecamatan Lubuk Pinang dan XIV Koto, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, kembali menyuarakan keresahan mereka terkait dugaan korupsi proyek pembangunan siring irigasi tersier yang menggunakan dana pemerintah mencapai puluhan miliar rupiah.
Proyek yang dikerjakan dengan sistem swakelola ini diduga tidak sesuai dengan spesifikasi teknis serta Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang telah ditetapkan.
Sejumlah warga menyebut, pembangunan siring irigasi tersier di beberapa desa, seperti Desa Arah Tiga (BLP 2 M) dan Desa Ranah Karya (BLP 1 B Kiri), dikerjakan secara asal-asalan oleh pihak pelaksana. Selain itu, proyek tersebut juga tidak dilengkapi papan nama kegiatan sebagaimana ketentuan keterbukaan informasi publik (KIP).
Berdasarkan laporan masyarakat, tim media melakukan peninjauan lapangan setelah viralnya keluhan terkait pekerjaan pembangunan siring irigasi Tasier BWS di Desa Arah Tiga dan Desa Ranah Karya.
Hasil penelusuran di lapangan menemukan dugaan pekerjaan yang tidak sesuai standar, termasuk proses pengadukan semen yang dilakukan secara manual tanpa menggunakan molen pada proyek siring irigasi Tasier BWS D.I. Kiri BP 8 di Desa Lubuk Sanai II.
Saat awak media mendatangi lokasi, tidak terlihat kehadiran pengawas teknis maupun konsultan proyek. Hanya tampak sejumlah pekerja yang tengah menghentikan kegiatan karena hujan.
“Kami hanya pekerja, bos proyeknya Pak Arifin. Kami tidak tahu apa-apa, hanya bekerja. Sekarang pekerjaan berhenti karena cuaca hujan,” ujar salah seorang pekerja saat dikonfirmasi di lokasi, Kamis (16/10/2025).
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai kualitas proyek serta dugaan adanya penyimpangan dari spesifikasi teknis yang ditetapkan dalam kontrak.
Masyarakat berharap pemerintah dan aparat penegak hukum (APH) segera turun tangan untuk mengusut dugaan penyimpangan dalam proyek tersebut. Mereka meminta agar pihak yang terbukti terlibat segera diproses sesuai hukum dan kerugian negara dapat dikembalikan.
Direktur Rumus Institute, Rusman Azwardi, S.P., meminta pemerintah daerah maupun instansi terkait tidak menutup mata terhadap laporan masyarakat tersebut.
“Kami berharap pemerintah dapat memfasilitasi masyarakat dalam memperjuangkan hak mereka. Pengawasan terhadap proyek-proyek yang menggunakan dana negara harus diperketat agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang,” ujar Rusman.
Ia menegaskan, kasus ini seharusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah dan APH untuk lebih serius dalam menindak praktik korupsi yang merugikan masyarakat dan negara.
“Kasus seperti ini harus menjadi contoh agar ke depan tidak terulang. Kita ingin pemerintahan yang bersih, transparan, dan berpihak pada kepentingan rakyat,” tutupnya. (Hd)





































Discussion about this post